Halal Bihalal Menurut Bahasa dan Esensi Peran Sosial Keagamaannya, Begini Penjelasan MUI

- 13 Mei 2022, 22:54 WIB
Ilustrasi - Halal Bihalal Menurut Bahasa dan Esensi Peran Sosial Keagamaannya, Begini Penjelasan MUI
Ilustrasi - Halal Bihalal Menurut Bahasa dan Esensi Peran Sosial Keagamaannya, Begini Penjelasan MUI /Pixabay / PInteraStudio.

قَالَ لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ ۖ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

“Dia (Yusuf) berkata, “Pada hari ini, tidak ada cercaan terhadap kamu. Mudah-mudahan Allah mengampuni kalian.” (QS Yusuf ayat 92).

Baca Juga: Siap Ujian! Contoh Soal PAT PAS PJOK Kelas 5 SD Semester 2, Kesalahan Saat Lompat Jongkok pada Peti Lompat

Peristiwa Fathu Makkah yang terjadi pada 8 Hijriyah disebut sebagai rekonsiliasi terbesar sepanjang sejarah dunia yang sulit dicarikan persamaannya.

Esensi halal bihalal dapat tercapai jika antara kita menempatkannya sebagai media rekonsiliasi lahir dan batin sekaligus perekat sosial, baik antarpersonal ataupun antarkelompok dan golongan.

Dengan demikian, pelaksanaan halal bihalal tidak saja bernilai ibadah karena didalamnya terdapat muatan silaturrahim, tetapi juga bisa menjadi media yang dapat menyatukan dan menguatkan.

Baca Juga: Orang Jawa Pasti Tau Ini! Pakem Hitungan Dasar Hukum Alam Sri, Lungguh, Dunya, Lara, Pati

Alhasil, dari penjelasan di atas, halal bihalal tidak saja benar dari susunan bahasa tetapi juga dibenarkan dari sisi hukum.

Hukum halal bihalal yang semula boleh (mubah) bisa menjadi sunnah kalau diniatkan melaksanakan perintah silaturrahim dan bahkan bisa mejadi wajib jika dikaitkan dengan wajibnya minta maaf dan kehalalan atas kesalahan dirinya kepada orang lain.***

Halaman:

Editor: Dimas D. Pradikta

Sumber: mui.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x