Ia menegaskan bahwa putusan perdata tidak memiliki sifat erga omnes yang berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia.
"Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945 juga telah menggariskan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden dilakukan setiap lima tahun sekali. Hal demikian juga diatur dalam Pasal 167 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," katanya
Lebih lanjut Puadi mengatakan bahwa Indonesia itu tidak mengenal adanya penundaan pemilu sebagaimana diatur dalam UU Pemilu.
"Undang-undang hanya mengatur tentang adanya pemilu susulan dan pemilu lanjutan," katanya.
Puadi juga mengatakan bahwa terkait dengan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat atas gugatan Partai Prima, Bawaslu secara kelembagaan sedang melakukan kajian mengenai implikasinya bagi Bawaslu.
Sebelumnya, PN Jakarta Pusat telah memutuskan untuk tidak meneruskan sisa tahapan pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.
"Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” ucap majelis hakim yang diketuai oleh Oyong, dikutip dari putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Baca Juga: Diterjang Hujan Deras Disertai Angin Kencang! Enam Rumah di Desa Serang Purbalingga Rusak
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim memerintahkan KPU untuk tidak melanjutkan tahapan Pemilu 2024 yang tersisa guna memulihkan dan menegakkan keadilan serta menjaga situasi agar tidak terulang lagi kejadian-kejadian lain akibat kesalahan, ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidakprofesionalan, dan ketidakadilan yang dilakukan oleh KPU sebagai pihak tergugat