Mengenal Biografi Pahlawan Korban G 30 S sebagai Usaha Meneladani Pahlawan Revolusi

27 September 2022, 15:05 WIB
Foto 10 Pahlawan revolusi /

BANJARNEGARAKU - Peristiwa Pemberontakan G 30 S menjadi momentum menegangkan bagi bangsa Indonesia.

Tepatnya tanggal 30 September 1965 menjadi kenangan kelam bagi bangsa Indonesia. Kala itu, di tengah situasi politik yang sedang tidak stabil, Indonesia dihadapkan dengan sebuah pemberontakan.

Pemberontakan ini dikenal dengan Gerakan 30 September atau G 30 S. Sebagai generasi penerus hendaknya kita dapat mengenang jasa para pahlawan dan mengambil suri tauladan darinya,

Baca Juga: Pembahasan dan Kunci Jawaban Paragraf Argumentasi, Mapel Bahasa Indonesia Kelas 4 SD Kurikulum Merdeka

Pemberontakan G 30 S digencarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang bertujuan untuk mengubah ideologi bangsa Indonesia.

Gencaran pemberontakan G 30 S memakan korban para petinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat AD dan beberapa korban lainnya. Korban kekejaman G 30 S ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi melalui beberapa Keputusan Presiden di tahun 1965.

Baca Juga: Diskusi Bacaan 'Awas!', Kurikulum Merdeka Kelas 4 SD Kunci Jawaban dan Pembahasan Bahasa Indonesia Halaman 56

Untuk menyegarkan ingatan kita sebagai generasi penerus, artikel ini dibuat khusus untuk mengenang peristiwa pemberontakan G 30 S.

Berikut disajikan biografi singkat dari para Pahlawan Revolusi.

1. Jenderal Ahmad Yani

Ahmad Yani adalah seorang petinggi TNI AD di masa Orde Lama. Ia lahir di Jenar, Purworejo pada 19 Juni 1922. Ketika muda, Ahmad Yani mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.

Setelah itu, karier Ahmad Yani berkutat di militer. Ia turut ikut dalam pemberantasan PKI Madiun 1948, Agresi Militer Belanda II, dan juga penumpasan DI/TII di Jawa Tengah.

Pada tahun 1958 ia diangkat sebagai Komandan Komando Operasi 17 Agustus di Padang Sumatera Barat untuk menumpas pemberontakan PRRI. Ia diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) tahun 1962.

Namun, pada tahun 1965 Ahmad Yani mendapatkan fitnah ingin menjatuhkan Presiden Soekarno. Ia harus tewas ketika pemberontakan G 30 S pada 1 Oktober 1965.

Baca Juga: Kunci Jawaban dan Pembahasan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas 4 halaman 55 Kurikulum Merdeka

2. Letjen Suprapto

Suprapto lahir di Purwokerto pada 20 Juni 1920. Ia sempat mengikuti pendidikan di Akademi Militer Kerajaan Bandung, namun harus terhenti karena pendaratan Jepang di Indonesia.

Pada awal kemerdekaan Indonesia Suprapto aktif dalam usaha merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap. Ia kemudian bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Purwokerto dan ikut dalam pertempuran di Ambarawa sebagai ajudan Panglima Besar Sudirman.

Kariernya terus melejit di militer. Namun ketika PKI mengajukan pembentukan angkatan perang kelima, Suprapto menolaknya.

Ia menjadi korban pemberontakan G 30 S bersama para petinggi TNI AD lainnya. Jasadnya ditemukan di Lubang Buaya. Suprapto pun dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.

3. Letjen S. Parman

S. Parman adalah salah satu petinggi TNI AD di masa Orde Lama. Ia dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah, pada 4 Agustus 1918. Pendidikannya lebih berkutat di bidang intelijen. Ia pernah dikirim ke Jepang untuk memperdalam ilmu intelijen pada Kenpei Kasya Butai.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan ia mengabdi kepada Indonesia untuk memperkuat militer Tanah Air. Pengalamannya di bidang intelijen sangat berguna bagi TNI kala itu. Ia mengetahui rencana-rencana PKI yang ingin membentuk angkatan kelima.

Namun, pada 1 Oktober 1965 ia pun diculik dan dibunuh bersama para jenderal lainnya. S. Parman harus gugur dan diberi gelar Pahlawan Revolusi.

Baca Juga: TIPS agar SUKSES Mengerjakan ANBK, Siapa Tidak Mau SUKSES ANBK?

4. Letjen M.T. Haryono

M. T. Haryono atau Mas Tirtodarmo Haryono lahir pada 20 Januari 1924 di Surabaya, Jawa Timur.

Sebelum terjun ke dunia militer, M. T. Haryono pernah mengikuti Ika Dai Gaku (sekolah kedokteran) di Jakarta pada masa pendudukan Jepang. Barulah setelah kemerdekaan Indonesia M. T. Haryono bergabung bersama TKR dengan pangkat mayor.

Kepiawaiannya dalam berbahasa Belanda, Inggris, dan Jerman berguna bagi Indonesia ketika melakukan berbagai perundingan internasional. Ia kemudian berkutat di Kementerian Pertahanan. M. T. Haryono juga sempa menjabat sebagai Sekretaris Delegasi Militer Indonesia.

M. T. Haryono pernah menjabat menjadi Atase Militer RI untuk Negeri Belanda (1950) dan sebagai Direktur Intendans dan Deputy Ill Menteri/Panglima Angkatan Darat (1964). Nahas, di tahun 1965 M. T. Haryono harus gugur bersamaan dengan para petinggi TNI AD lain akibat pemberontakan G 30 S.

5. Mayjen D. I. Panjaitan

D. I. Panjaitan atau Donald Ignatius Panjaitan lahir pada 9 Juni 1925 di Balige, Tapanuli. Pada masa pendudukan Jepang ia memasuki pendidikan militer Gyugun. Kemudian ia ditempatkan di Pekanbaru, Riau sampai saat proklamasi kemerdekaan.

Setelah Indonesia merdeka, D. I. Panjaitan ikut membentuk TKR. Ia pun memiliki karier yang cemerlang di bidang militer.

Menjelang akhir hayatnya, ia diangkat sebagai Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat dan mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat. Jenderal dari Sumatra ini pun juga harus tewas ketika terjadi pemberontakan PKI 1965 bersama dengan para jenderal lainnya.

Baca Juga: Kunci Jawaban dan Pembahasan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas 4 SD halaman 56 Kurikulum Merdeka

6. Mayjen Sutoyo Siswomiharjo

Sutoyo Siswomiharjo lahir 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah. Pada masa pendudukan Jepang ia mendapat pendidikan pada Balai Pendidikan Pegawai Tinggi di Jakarta, dan kemudian menjadi pegawai negeri pada Kantor Kabupaten di Purworejo.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan ia memasuki TKR bagian Kepolisian, akhirnya menjadi anggota Korps Polisi Militer. Ia diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto dan kemudian menjadi Kepala Bagian Organisasi Resimen II Polisi Tentara di Purworejo.

Kariernya terus melesat. Tahun 1961 ia diserahi tugas sebagai Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat. Akan tetapi, Sutoyo yang menentang pembentukan angkatan kelima, dan ikut gugur dalam peristiwa G 30 S.

7. Brigjen Katamso

Katamso dilahirkan pada 5 Februari 1923 di Sragen, Jawa Tengah. Pada masa pendudukan Jepang ia mengikuti pendidikan militer pada PETA di Bogr. kemudian diangkat menjadi Shodanco Peta di Solo. Setelah Proklamasi Kemerdekaan ia masuk TKR yang kemudian menjadi TNI.

Ia terus berkiprah bersama militer Indonesia. Tahun 1958, Katamso dikirim ke Sumatra Barat untuk menumpas pemberontakan PRRl sebagai Komandan Batalion A Komando Operasi 17 Agustus. Setelah itu menjadi Kepala Staf Resimen Team Pertempuran (RIP) II Diponegoro di Bukittinggi. Katamso juga menjadi korban keganasan G30S. Ia harus gugur karena diculik dan dibunuh. Mayatnya ditemukan 22 Oktober 1965. Katamso dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.

Baca Juga: TIPS agar SUKSES Mengerjakan ANBK, Siapa Tidak Mau SUKSES ANBK?

8. Kapten Pierre Tendean

Piere Tendean lahir 21 Februari 1939 di Jakarta. Selesai mengikuti pendidikan di Akademi Militer Jurusan Teknik tahun 1962 ia menjabat Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan di Medan. Ia ikut bertugas menyusup ke daerah Malaysia ketika sedang berkonfrontasi dengan Malaysia.

Pada bulan April 1965, perwira muda ini diangkat sebagai ajudan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/ Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution. Ketika bertugas, Pierre Tendean tertangkap oleh kelompok G 30 S. Ia pun mengaku sebagai A. H. Nasution di mana sang jenderal berhasil melarikan diri. Namun, dirinya harus mengorbankan nyawa untuk melindungi Jenderal Nasution.

9. K. S. Tubun

Karel Satsuit Tubun dilahirkan di Tual. Maluku Tenggara pada 14 Oktober 1928. Tamat dari Sekolah Polisi Negara di Ambon ia diangkat sebagai Agen Polisi Tingkat II dan mendapat tugas dalam kesatuan Brigade Mobil (Brimob) di Ambon. Kemudian ia ditempatkan pada kesatuan Brimob Dinas Kepolisian Negara di Jakarta. Tahun 1955 dipindahkan ke Medan Sumatera Utara dan tahun 1958 dipindahkan ke Sulawesi.

Ketika terjadi pemberontakan G 30S, ia menjadi korban keganasan pemberontakan tersebut. K. S. Tubun waktu itu sedang bertugas sebagai pengawal di kediaman Dr. Y. Leimena yang berdampingan dengan rumah Jenderal A. H. Nasution. Satsuit Tubun melawan dan terjadi pergulatan dan akhirnya K. S. Tubun ditembak hingga gugur. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Baca Juga: SUKSES AKM ANBK! Latihan Soal AKM ANBK bidang Literasi Materi Teks Bacaan Lengkap Kunci Jawaban dan Pembahasan

10. Kolonel Sugiyono

Sugiyono lahir pada 12 Agustus 1926 di Desa Gendaran, daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Pada masa pendudukan Jepang Sugiyono mendapat pendidikan militer pada Pembela Tanah Air (PETA). Kemudian ia diangkat menjadi Budanco di Wonosari. Kariernya terus berkecimpung di dunia militer, mengikuti beberapa penumpasan pemberontakan di Tanah Air.

Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sugiyono yang baru saja kembali dari Pekalongan ditangkap di Markas Korem 072 yang telah dikuasai gerombolan PKI. la telah dibunuh di Kentungan di sebelah Utara Yogyakarta dan jenazahnya ditemukan pada 22 Oktober 1965 kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.

Baca Juga: Pembahasan dan Kunci Jawaban Paragraf Argumentasi, Mapel Bahasa Indonesia Kelas 4 SD Kurikulum Merdeka


Itulah biografi singkat Pahlawan Revolusi yang telah gugur dalam menegakkan ideologi negara Indonesia. Diharapkan dengan mengenang Pahlawan revolusi yakni melalui biografinya, dapat untuk memupuk jiwa patriotisme dan nasionalisme kita sebagai bangsa Indonesia.

Mengenang jasanya, perjuangannya, dan kemudian mengimplementasikannya dalam hal serupa pada keadaan yang telah berbeda adalah perjuangan kita dalam mengisi kemerdekaan dan sebagai tantangan kita generasi penerus bangsa dalam menegakkan ideologi Pancasila.***

 

Editor: Ali A

Sumber: Kemdikbud

Tags

Terkini

Terpopuler