Trend Pejabat ASN Pamer Gaya Hidup Mewah Di Medsos, Terkikisnya Pendidikan Karakter

19 April 2023, 16:03 WIB
Prof S Martono /Dwi Widiyastuti/Dokumen pribadi

BANJARNEGARAKU - Trend sejumlah oknum pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) dan anggota Dewan termasuk keluarganya (istri dan anaknya) bergaya hedon akhir-akhir ini, gemar pamer kekayaan ke publik, bukan merupakan kegagalan lembaga pendidikan.

 Hal itu ditegaskan Rektor Unnes Prof S Martono kepada Banjarnegaraku.com, 19 April 2023.

"Itu bukan kegagalan lembaga pendidikan. Aspek sosial yang utama, ingin pamer kelebihan ke publik melalui medsos. Semua itu murni buah pembelajaran internal keluarga. Jadi bukan di level pembelajaran formal atau lembaga pendidikan formal," tegasnya.

Baca Juga: Info Mudik Lebaran 2023: Hari Pertama Rekayasa Lalu Lintas One Way Selesai Pukul 24.00 dan Lancar Terkendali

Menurut Prof Martono, lembaga pendidikan formal selain membekali siswa dan mahasiswanya dengan ilmu pengetahuan juga pendidikan karakter sebagai warga negara Indonesia yang santun dan berbudi pekerti luhurnya.

"Kemarin, Unnes kedatangan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau BPIP yakni lembaga yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden yang memiliki tugas membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi. Saya katakan bahwa, Unnes adalah salah satu lembaga pendidikan tinggi yang masih mempertahankan pendidikan Pancasila untuk membentuk karakter para mahasiswanya."

Kembali pada gaya hidup hedon para pejabat ASN dan anak-anaknya yang suka pamer kekayaan orang tuanya di media sosial, menurut dia, itu semua murni pendidikan dalam keluarga masing-masing.

"Yang memberikan fasilitas itu adalah keluarga. Yang membelikan HP baru anak-anak ya orangtuanya masing-masing. Yang membelikan fasilitas sarana transportasi (motor, mobil dll) adalah orangtuanya. Mengapa? Karena orangtuanya mampu, orangtuanya punya uang. Orang tua bekerja mencari rezeki, mencari uang, bekerja banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kalau bukan untuk anak-anak, lalu untuk siapa lagi?," ujar Prof Martono.

Kelebihan materi (baca:harta, uang) itu justru saat ini juga berimbas pada aspek yang lain. Salah satunya ke lembaga pendidikan.

"Sudah berapa kasus terjadi, orang tua melaporkan guru ke polisi karena dianggap telah menganiaya anaknya saat di kelas atau di sekolah. Sejumlah kasus orang tua melabrak dan memarahi guru di sekolah karena melakukan tindakan tidak menyenangkan terhadap anaknya. Mengapa terjadi? Karena orang tua telah merasa "membeli" pendidikan. Yang terjadi saat ini ya seperti itu."

Yang lebih mengerikan lagi, lanjut dia, banyak orang tua memperkarakan para guru ke ranah hukum atau melabrak guru di sekolah, tersebut mengatasnamakan jabatannya. Baik itu sebagai pejabat ASN atau anggota Dewan.

"Para orang tua zaman sekarang banyak yang overprotective terhadap anaknya. Nah kalau yang berpikiran seperti itu, dan dia seorang pejabat ASN atau anggota Dewan, maka anak-anak mereka akan merasa super pede dan tidak merasa takut berbuat salah karena ada beckingnya, yaitu orang tuanya sendiri," katanya.

Dia menambahkan, disadari atau tidak, di era milenial ini, banyak orang tua yang "dipaksa" anak-anaknya untuk membelikan sesuatu barang demi alasan gengsi dan mengikuti zaman atau kekinian.

"Kebayang nggak sih, anak "memaksa" ortunya membelikan HP baru, produk terbaru, produk terkini, bukan untuk alasan pembelajaran tapi demi alasan gengsi dan sebagainya. Demikian juga anak "memaksa" ortunya membelikan motor atau mobil sport bukan untuk alasan agar lebih cepat dan lebih mudah ke sekolah atau kampus, namun alasan gengsi dan sebagainya."

Nah, repotnya ortu yang mampu secara finansial enggan mengajari anaknya agar bergaya hidup sederhana. HP tidak harus yang terbaru, jika HP lama masih mumpuni untuk kepentingan pembelajaran.

Baca Juga: Aplikasi Travoy Versi Terbaru Beri Layanan Informasi Pemudik Disepanjang Perjalanan

Ortu enggan mengajari anak-anaknya agar hidup hemat dan sederhana. Beli motor atau mobil tidak harus tipe sport yang harganya mahal bahkan relatif sangat mahal, jika sudah ada motor atau mobil yang masih pantas digunakan untuk mengantar ke sekolah atau ke kampus dan yang penting tidak mogok di jalan.

"Para ortu tidak hanya enggan mengajarkan hidup hemat dan sederhana namun sebenarnya mereka itu enggan berdebat dengan anak-anaknya. Ortu mengambil jalan pintas, ada uang, permintaan anak-anak segera dituruti. Banyak ortu yang berdalih begini: daripada anak ngambeg dan tidak mau sekolah atau daripada anak mogok kuliah. Bagaimana anak-anak mengambil jalan pintas menjadi kurir narkoba untuk memenuhi keinginannya? Kan lebih repot pada akhirnya, dsb."

Pendidikan Karakter

Prof Martono menegaskan bahwa pentingnya pendidikan karakter sebagai anak bangsa Indonesia.

Perlunya pendidikan norma dan etika pergaulan, terutama etika dan sopan santun terhadap ortu, pergaulan terhadap orang yang lebih tua, orang yang dituakan, kepada yang lebih muda, dan kepada sebaya.

"Jika pendidikan karakter sebagai bangsa Indonesia, yang selalu ngugemi adat ketimuran, andhap asor dan punya budaya malu, maka sampai dewasa, berkeluarga, hingga lansia pun akan memegang teguh norma-norma kesusilaan, norma-norma sosial kemasyarakatan, dan sopan santun dalam bergaul dengan siapa saja," jelas Prof Martono.

Sebagaimana kita ketahui, tren masyarakat kekinian yang bergaya hedon, suka memamerkan kekayaan ke publik melalui media sosial, sejatinya membuat nyeseg kelompok masyarakat mendang-mending (baca: masyarakat di bawah menengah ke bawah alias miskin).

Terlebih lagi jika yang bergaya hedon itu adalah pejabat negara, Aparatur Sipil Negara (ASN) dan anggota Dewan serta keluarganya, yang notabene digaji dari uang rakyat, yang dikumpulkan dari pajak rakyat yang kebanyakan kaum miskin, sehingga wajar hujatan demi hujatan, nyinyiran demi nyinyiran, tak hanya dari netizen terutama kaum mendang-mending, namun juga dari kalangan internal pejabat ASN sendiri, tertuju ke mereka.

Menkeu Sri Mulyani menegaskan bahwa kepercayaan publik dan integritas adalah fondasi bernegara yang tidak boleh tergerus dan tidak boleh dikhianati.

Dirinya sangat memahami bahwa masyarakat sangat kecewa dan marah akan situasi yang tidak mudah belakang ini.

"Kami di Kemenkeu juga tersakiti dan terkhianati. Ini semua harus kami jawab dengan koreksi yang lebih keras lagi, karena kami harus terus menjalankan tugas negara. Tidak ada institusi yang sempurna, namun, ini tidak boleh menjadi justifikasi untuk membiarkan segala kejahatan. Kejahatan harus ditundukkan, ini yang terus kami perbaiki di Kemenkeu,” kata Sri Mulyani melalui akun isntagram resminya, menanggapi kelakuan beberapa pejabat di Kemenkeu di Direktorat Jenderal Pajak dan di Direktorat Bea Cukai yang diketahui suka pamer harta di media sosial dan bergaya hidup mewah.

Baca Juga: Info Mudik Lebaran 2023 : 179 Ribu Kendaraan Tinggalkan Jabotabek, Tarif Tol Diskon 20 Persen Berlaku Hari Ini

Menurut Sri Mulyani, sudah menjadi kewajiban Kemenkeu sebagai bendahara negara untuk mengembalikan dan menjaga kepercayaan publik dan ini adalah pekerjaan seumur hidup. “Bendahara negara harus bisa dipercaya, ini adalah nilai yang kekal abadi,” katanya.

Kasus Rafael Alun Trisambodo adalah salah satunya. Terungkapnya kasus penganiayaan yang dilakukan Mario anak Kabag Umum di Kanwil DJP Jakarta II Rafael Alun benar-benar membuka kotak pandora.

Dari kasus ini publik mengungkap kebiasaan Mario yang bergaya hidup mewah di media sosial. Kebiasaan yang kerap dipertontonkan membuat publik menyelidiki harta ayahnya.

Data LHKPN KPK, jumlah harta Rafael Alun mencapai Rp56,1 miliar. Namun dalam LHKPN tidak tertera mobil Jeep Rubicon dan motor Harley Davidson yang suka dipamerkan.

Efek domino kasus Rafael Alun turut menimpa Kepala Kantor Bea dan Cukai Eko Darmanto yang juga suka memposting gaya mewah di media sosial.

Bahkan Kemenkeu mencopot Eko dari jabatannya. Langkah membebastugaskan diambil agar mempermudah Kemenkeu dalam melakukan pemeriksaan.

Kasus ini turut mendapat respons dari Presiden Jokowi dan banyak tokoh publik. Presiden menilai bahwa hal yang wajar jika publik kecewa.*

Editor: Ali A

Sumber: Prof S Martono

Tags

Terkini

Terpopuler