Hisab Atau Rukyat, Umat Muslim Hendaknya Mengetahui Ini

- 25 Maret 2022, 13:10 WIB
Ilustrasi pemantauan hilal dilakukan di Observatorium MAN 1 Surakarta. Simak jadwal sidang isbat Ramadhan 1443 H/2022 M penentuan awal puasa tahun ini./Kemenag.
Ilustrasi pemantauan hilal dilakukan di Observatorium MAN 1 Surakarta. Simak jadwal sidang isbat Ramadhan 1443 H/2022 M penentuan awal puasa tahun ini./Kemenag. /

 

BANJARNEGARAKU -  Bulan suci Ramadhan 1443 Hijriah sebentar lagi akan segera tiba, penentuan awal bulan Ramadhan menjadi saat yang selalu dinantikan oleh umat muslim.

Penentuan awal bulan puasa di Indonesia pernah beberapa kali mengalami perbedaan, ini bukan tanpa alasan, ada dua metode yang digunakan dalam penentuan awal Ramadhan, yakni metode hisab dan metode rukyat.

Apa sebenarnya metode hisab dan metode rukyat, berikut penjelasannya dilansir dari berbagai sumber

Baca Juga: Raksasa Italia Dipastikan Tidak Lolos di Piala Dunia Qatar 2022, Usai Menelan Kekalahan dari Makedonia Utara

Hisab merupakan metode menghitung posisi benda langit, khususnya matahari dan bulan, sedangkan rukyat adalah observasi benda-benda langit untuk memverifikasi hasil hisab.

Hisab dapat diartikan dengan penghitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriah.

Ada beberapa rujukan atau kitab yang digunakan untuk metode hisab di Indonesia, sementara metode hisab juga ada yang menggunakan metode kontemporer, yakni menggunakan perhitungan yang ada pada kitab tersebut.

Baca Juga: Tanah Gerak di Banjarnegara, Rusak Rumah dan Jalan Amblas

Rukyat adalah aktivitas pengamatan visibilitas hilal (bulan sabit) saat matahari terbenam menjelang awal bulan di Kalender Hijriah, metode Rukyat digunakan guna menentukan awal bulan Zulhijah, Ramadhan, dan Syawal.

Dalam melakukan pemantauan hilal, biasanya Kemenag bekerja sama dengan organisasi masyarakat Islam, pakar BMKG, pakar Lapan, dan pondok pesantren yang telah melakukan penghitungan di wilayahnya.

Penghitungan tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya kekeliruan,  jika tinggi hilal berada di bawah 2 atau 4 derajat, maka kemungkinan obyek yang dilihat bukan hilal, melainkan bintang, lampu kapal, atau obyek lainnya.

Halaman:

Editor: Dimas D. Pradikta


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x