Waktu Tempuh Trasportasi di Indonesia Masih Tinggi, Apa Penyebabnya?

- 11 Juni 2024, 07:00 WIB
Ini kajian yang dilakukan Kemen PUPR (2022). Waktu tempuh pada lintas utama pulau di Indonesia masih tinggi yakni 2,1 jam per 100 km. Bandingkan dengan Vietnam 1,5 jam per 100 km, Thailand (1 jam per 100 km), China (0,9 jam per 100 km) dan Malaysia (0,7 jam per 100 km).
Ini kajian yang dilakukan Kemen PUPR (2022). Waktu tempuh pada lintas utama pulau di Indonesia masih tinggi yakni 2,1 jam per 100 km. Bandingkan dengan Vietnam 1,5 jam per 100 km, Thailand (1 jam per 100 km), China (0,9 jam per 100 km) dan Malaysia (0,7 jam per 100 km). /Dwi Widiyastuti/

BANJARNEGARAKU.COM – Hambatan dan tantangan menghadang menuju Indonesia Emas di tahun 2045 di sektor transportasi. Hambatan dari berbagai sektor telah banyak diketahui masyarakat.

Hal tersebut dijelaskan oleh pakar transportasi Indonesia Djoko Setijowarno dalam rilis yang dikirim ke redaksi banjarnegaraku.com, Senin 10 Juni 2024.

"Sejumlah infrasruktur transportasi yang terbangun belum merata. Pembangunan di wilayah timur dan barat masih terjadi kesenjangan. Kendati upaya mengurangi kesenjangan itu sudah dilakukan, namun masih ada kendala," jelasnya.

Baca Juga: Persiapkan Diri! Inilah Tahapan Lengkap Penerimaan CPNS dan PPPK 2024

Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Semarang ini menambahkan, cukup besar tantangan dan kendala untuk menggapai Indonesia Emas 2045 di sektor transportasi. Oleh sebab itu ada Direktorat Keselamatan Transportasi Darat dan Direktorat Jenderal Transportasi Perkotaan di Kementerian Perhubungan.

Djoko Setijowarno yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat menjabarkan Kajian Bappenas tahun 2019.

Dalam kajian tersebut menyebutkan konektivitas backbone antarpulau belum optimal. Muatan balik dari Kawasan Timur Indonesia masih rendah. Rata-rata muatan datang 100 persen dan muatan balik kapal di Kawasan Timur sebesar 30 persen.

Menurut dia, ada 3 faktor penyebab rendahnya muatan (load factor).

  1. Akibat terbatasnya kawasan ekonomi di Indonesia Timur,
  2. Belum terbentuk konsolidasi rute (loop) secara optimal, dan
  3. Layanan perintis/Public Service Obligation (PSO) laut, penyeberangan, udara, darat belum terintegrasi dan optimal.

"Ongkos pelayaran domestik lebih mahal dibanding pelayaran internasional. Pengiriman barang antarwilayah Indonesia mahal dan menghadapi berbagai kendala, termasuk kinerja pelabuhan yang belum optimal dan penggunaan kapal berukuran kecil."

Halaman:

Editor: Dwi Widiyastuti

Sumber: Djoko Setijowarno Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegija


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah