Malam Satu Suro di Banjarnegara Biasa Ada Acara Apa?

14 Juli 2023, 23:02 WIB
kegiatan menyambut malam 1 suro diwarnai dengan prosesi kirab budaya bertajuk Merti dusun Brayut pada Jumat 29 Juli 2022 /doc. banjarnegaraku.com


BANJARNEGARAKU.COM - Malam satu Suro adalah malam tahun baru bagi penanggalan Jawa. Masyarakat adat Jawa yang memegang tradisi biasa mengadakan acara. Begitu juga masyarakat Jawa di Banjarnegara. Beberapa desa menyelenggarakan acara sesuai kearifan lokal. 

Bulan Sura dikenal juga sebagai Sasi Sura, adalah bulan pertama dalam sistem penanggalan Jawa yang terdiri dari 12 bulan. Kalender Jawa digunakan oleh Kesultanan Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma sekitar tahun 1613-1645.

Bulan pertama dalam kalender Jawa disebut Sura, diikuti oleh bulan Sapar, Mulud, Bakda Mulud, Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb, Ruwah, Pasa, Syawal, Sela, dan Besar. Perayaan satu Suro di masyarakat Jawa dianggap sangat sakral. 

Pada malam tersebut, masyarakat Jawa melaksanakan berbagai macam acara. Ada ritual hingga tradisi tertentu yang masih dilestarikan sampai sekarang. Malam satu Suro juga identik dengan hal-hal mistis sehingga muncul mitos hingga larangan-larangan.

Dalam kalender masehi malam 1 Suro akan jatuh pada Selasa, 18 Juli 2023 malam. Tinggal menghitung hari lagi akan memasuki sasi Sura. 

 

Berikut tradisi perayaan menyambut bulan Sura di beberapa desa di Banjarnegara. 

Dusun Brayut, kecamatan Sigaluh

Warga Dusun Brayut Desa Gembongan, Kecamatan Sigaluh, Banjarnegara mengadakan kirab gunungan. Warga desa mengarak gunungan berisi aneka hasil bumi.

Hasil bumi yang ada di gunungan antara lain, jagung, tomat, salak, durian, singkong, dan gunungan nasi kuning lengkap dengan lauk pauknya.

Setelah berdoa bersama, warga berjalan mengelilingi kampung sejauh dua kilometer. Kirab diiringi musik rebana dari warga.

Usai mengelilingi kampung, empat gunungan pun menjadi rebutan warga. mereka percaya dengan memakan aneka hasil bumi serta nasi tumpeng tersebut akan membawa keberkahan.

Di sisi lain, kirab gunungan ini juga dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kebersamaan antar warga. 

Dengan adanya acara ini diharapkan warga dapat saling asih saling asuh, dan bisa menumbuhkan rasa kebersamaan. Selain kirab juga ada pentas tarian tradisional, dan ada doa bersama pada malam satu Suro. 

 

Desa Kemranggon, kecamatan Susukan

Warga menggelar tradisi tukar takir sebagai simbol rasa syukur atas segala nikmat serta keharmonisan seluruh masyarakat desa.

Tukar yang berarti saling menukar, sementara Takir adalah bekal nasi bersama lauk pauknya yang dibungkus menggunakan daun pisang dan ditempatkan pada wadah tenong dibawa oleh seluruh warga menuju ke alun-alun desa.

Sesampainya di alun-alun desa, takir-takir yang dibawa warga saling ditukarkan kepada warga lainnya. Tradisi tukar takir telah dilakukan secara turun temurun untuk menggambarkan rasa syukur serta wujud pengharapan dan doa bersama.

Dieng, kecamatan Batur

Warga Dieng memadati jalan utama kawasan Dieng di malam satu suro dengan menggelar kirab sepanjang satu kilometer. Kirab terdiri dari atraksi anak pembawa obor, kesenian tradisional setempat, wanita berkebaya, gunungan hasil bumi, nasi tumpeng dan beberapa pusaka jawa, berupa keris. 

Pusaka berupa keris yang dimiliki sebagian tokoh masyarakat Dieng. Keris dipeecaya wajib dimandikan satu kali dalam satu tahun, yakni di malam satu suro. Pusaka tersebut dipercaya memiliki beberapa fungsi.

  • tolak penyakit
  • penerang kehidupan
  • memperlancar komunikasi
  • mencegah adanya ancaman dari luar
  • membantu proses kelahiran. 

Pada malam selepas pukul 19.00 WIB kirab dari desa menuju mata air Bimolukar. Bimolukar adalah mata air yang ada di Dieng dan sekaligus mata air Sungai Serayu. Tujuan mengambil air untuk memandikan keris pada tengah malam. 

Setelah kirab, ditampilkan beberapa kesenian tradisional di desa dan setelahnya melaksanakan mujahadah bersama. 

Tumpeng berwarna kuning, hitam dan putih, filosofi warna berupa harapan terkait ketentraman, kesehatan dan kemakmuran. Sedangkan gunungan hasil bumi merupakan ungkapan rasa syukur yang diberikan Sang Maha Kuasa terhadap kekayaan alam yang melimpah.

Sesudah selesai mujahadah bersama, aneka jajan pasar yang disajikan akan dinikmati oleh seluruh warga. Makna kegiatan itu adalah untuk mendapatkan berkah, biasa disebut ‘ngalap berkah'. 

 

Desa Kaliwungu, kecamatan Mandiraja

Dalam rangka peringatan satu Suro dan melestarikan adat budaya tradisional Jawa, sejumlah tokoh penghayat di Banjarnegara menggelar kegiatan tasyakuran. 

Sebelum dilakukan acara puncak ritual atau doa bersama, terlebih dahulu dilakukan jamasan pusaka yang ada di padepokan. Setelah itu dilakukan ziarah kubur ke makam - kesepuhan di Kaliwungu. Setelah dari makam dilanjutkan dengan doa bersama.

 

Desa Pagak, kecamatan Purwareja Klampok

Alunan gending-gending jawa dengan syair penuh pitutur luhur (nasehat) barangkali hal yang biasa. Acara satu Suro ini sesuatu sensasi yang lebih dari biasa. Keheningan yang dalam bisa ngonceti awak (introspeksi) untuk melakukan hal yang lebih bermakna dalam hidup.

Gending di tengah sawah yang diorganisir oleh Pokdarwis Desa Pagak Kecamatan Purwareja Klampok menyedot ratusan wisatawan domestik.

Tidak semua masyarakat Jawa di Banjarnegara menjalankan tradisi satu Suro. Sebagian masyarakat melakukan kegiatan mandiri seperti jamasan keris dan mandi malam hari. Tujuannya mensucikan diri menyambut tahun yang baru. ***

 

 

 

 

Editor: Ali A

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler