Apa Kriterianya Seseorang Dianggap Siap Menikah? Bagaimana Menurut Hukum Islam?

6 Maret 2023, 09:48 WIB
Ilustrasi menikah. Apa Kriterianya Seseorang Dianggap Siap Menikah? Bagaimana Menurut Hukum Islam? /Pixabay/

BANJARNEGARAKU.COM - Manakala seseorang telah siap atau merasa siap untuk membangun bahtera rumah tangga, ada beberapa kriteria seseorang dianggap telah siap menikah menurut HUkum Islam.

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-4552716111294309

Seperti ada dalam sebuah kajian Islam secara online, seorang remaja putri bernama Aishah menanyakan perihal bagaimana kriteria seorang Muslim dianggap siap menikah?

"Ustadz izin bertanya, bagaimana kriteria seseorang dianggap siap menikah? Seorang wanita yang sudah memasuki usia nikah, dan orang tua menyuruhnya, namun dia tidak tahu apa dirinya sudah siap atau belum untuk menikah sehingga dia bingung bagaimana menanggapinya. Syukron, wa jazaakumullaahu khoiron ustadz," ungkap Aishah menyampaikan pertanyaan.

Baca Juga: Terbaru! Ini Lokasi Samsat Keliling Banjarnegara Senin 6 Maret 2023, Ada 3 Lokasi.. Berikut Jadwal Lengkapnya

Ini penjelasan Ustadz Fadly Gugul SAg, menanggapi pertanyaan tersebut, sebagaimana dilansir Banjarnegaraku.com dari laman Bimbinganislam.com, Senin 6 Maret 2023.

"Kapan seseorang itu layak untuk menikah? Ini tergantung apa hukum menikah bagi dia. Pendapat terpilih bahwa hukum menikah itu tergantung kondisi masing-masing orang," jelas Ustadz Fadly.

Selanjutnya Ustadz Fadly mengutip ahli tafsir Al-Qurthubi berkata:

“Para ulama kita berkata, hukum nikah itu berbeda-beda tergantung keadaan masing-masing orang dalam tingkat kesulitannya menghindari zina dan juga tingkat kesulitannya untuk bersabar."

Baca Juga: Rombongan Peziarah Asal Pandeglang Alami Kecelakaan, Rem Blong Supir Tak Bisa Kuasai Kemudi

Ditambahkan Ustadz Fadly, hukum menikah juga tergantung kekuatan kesabaran masing-masing orang serta kemampuan menghilangkan kegelisahan terhadap hal tersebut.

"Apabila seseorang khawatir jatuh dalam kebinasaan dalam agamanya atau dalam perkara dunianya, maka nikah ketika itu hukumnya wajib. Siapa saja yang sangat ingin menikah dan ia memiliki sesuatu untuk dijadikan mahar untuk menikah hukumnya mustahab baginya," kata Ustadz Fadly.

Ustadz Fadly menambahkan, jika ia tidak memiliki sesuatu yang bisa dijadikan mahar, maka ia wajib untuk isti’faf (menjaga kehormatannya) sebisa mungkin. Misalnya dengan cara berpuasa, karena dalam puasa itu terdapat perisai sebagaimana disebutkan dalam hadist shahih” (lihat Tafsir al-Qurthubi, 12/201).

Baca Juga: Terkait Penundaan Pemilu 2024, Bawaslu: Tidak Mungkin Dilakukan! Putusan PN Jakarta Pusat Tidak Memiliki...

Adapun hadis pokok yang menjadi acuan syariat untuk nikah adalah Hadist dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Swt pernah bersabda:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang sudah mampu ba’ah (jima’ dan menanggung nafkah), hendaknya dia menikah. Karena menikah akan lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Sementara siapa yang tidak mampu, hendaknya dia berpuasa. Karena itu bisa menjadi tameng syahwat baginya.” (HR. Bukhari, no. 5065 dan Muslim, no. 1400).

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-4552716111294309

Dijelaskan Ustadz Fadly, hadis ini juga memberikan faedah bahwa batasan usia menikah itu tidak diatur secara eksplisit, hanya saja Rasulullah Swt menganjurkan para pemuda yang sudah bisa melakukan hubungan intim untuk segera menikah (tentunya dengan persiapan yang patut).

Baca Juga: Penyebab Kebakaran Depo BBM Pertamina Plumpang Jakarta Utara, Kapolri: Dugaan Sementara Karena...

Lantas, kata ba’ah dalam hadis itu secara bahasa artinya: al-jima’ (hubungan intim). Secara istilah, ba’ah juga maksudnya adalah kemampuan untuk menyediakan mahar dan nafkah bagi calon istri (lihat Manhajus Salikin, dengan ta’liq Syaikh Muhammad al-Khudhari, hal. 191).

"Maka pemuda yang sudah mampu melakukan hubungan intim, mampu menyediakan mahar, dan mampu memberi nafkah, hendaknya mereka segera menikah," kata Ustadz Fadly.

Adapun bagi wanita, secara hukum syar’i mereka boleh menikah semenjak usia mumayyiz (bisa membedakan jenis dan nilai uang) walaupun belum baligh, dalilnya adalah ucapan Aisyah radhiyallahu ’anha (dihukumi hadis marfu’);

Baca Juga: Tasyakuran! Wujud Rasa Syukur Raih Adipura, Bupati Banyumas Tasyakuran Bersama Pasukan Oranye

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – تَزَوَّجَهَا وَهْىَ بِنْتُ سِتِّ سِنِينَ ، وَبَنَى بِهَا وَهْىَ بِنْتُ تِسْعِ سِنِينَ

“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menikahi Aisyah ketika beliau berusia 6 tahun. Dan beliau tinggal serumah bersama Aisyah ketika ia berusia 9 tahun.” (HR. Bukhari no. 5134).

Dan para ahli ilmu telah sepakat tentang bolehnya menikahi anak wanita yang masih kecil walau belum baligh (sekadar mengikat hubungan). Namun perlu diingat, di negara kita ada batasan usia minimal wanita menikah (hukum negara), maka patuh dengan hukum ini adalah untuk menjaga maslahat bermasyarakat dan menjaga stabilitas keamanan diri.

"Sebelum menikah, wajib persiapan mental dan belajar ilmu diniyyah tentang pernikahan dan segala seluk beluk dan konsekuensinya disertai musyawarah dan arahan berharga dari orang tua," imbuh Ustadz Fadly.

Baca Juga: Quick Wins Presisi Polri! Polsek Purwareja Klampok Gelar Forum Group Discussion Sinergitas Lintas Agama

Demikianlah penjelasan tentang seseorang yang telah siap menikah, dan juga hukumnya dalam syriat Islam.***

Editor: Nowo Sarwidi, S.Pd

Sumber: Bimbinganislam.com

Tags

Terkini

Terpopuler