Kamasutra Jawa dalam Serat Chentini yang Melegenda

- 15 Agustus 2023, 19:20 WIB
 Kanjeng Pangeran Panji (KPP). Edwin Soeryo Putrakusumo bersama istri KRAy. Tiara Soeryo Putrakusumo
Kanjeng Pangeran Panji (KPP). Edwin Soeryo Putrakusumo bersama istri KRAy. Tiara Soeryo Putrakusumo /Taufik Hidayat PP/

BANJARNEGARAKU.COM - Serat Centhini merupakan mahakarya adiluhung Adipati Anom Amangkunagara III Karaton Surakarta Hadiningrat, kelak bergelar Sahandhap Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kangdjeng Susuhunan Paku Buwono Senapati ing Alaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Ingkang Jumeneng Kaping V (Sri Susuhunan Paku Buwono V), yang jumenengnata (bertahta) pada tahun 1820-1823, sebagaimana disampaikan oleh salah satu keturunan Sri Susuhunan Paku Buwono V yang merupakan Pangeran Santana Karaton Surakarta Hadiningrat, Kanjeng Pangeran Panji (KPP). Edwin Soeryo Putrakusumo.

Serat Centhini dikenal juga dengan nama Suluk Tambanglaras, atau disebut pula Suluk Tambangraras-Amongraga. Serat Centhini yang terdiri atas kurang-lebih 700 tembang (lagu Jawa) itu antara lain memang juga membahas soal seks.

Baca Juga: Menelusuri Sejarah Penulisan Serat Chentini

“Pada Serat Centhini II, Pupuh Asmaradana diuraikan dengan sangat jelas tentang "persenggamaan" yang berhubungan dengan titik genital sensitif dalam hubungan seks. Seperti, langkah mempercepat orgasme perempuan, serta mencegah laki-laki tidak cepat ejakulasi,” ungkap Pangeran Edwin Soeryo Putrakusumo.

Lalu dalam Serat Centhini IV, Pupuh Balabak diungkapkan pula secara terbuka tentang gaya persetubuhan, serta sifat-sifat perempuan dan cara membangkitkan nafsu asmaranya. Disana juga diulas bahwa perempuan tidak selamanya bersikap lugu, pasif dalam masalah seks sebagaimana stereotipe pandangan Jawa yang selama ini. Perempuan juga memiliki kebebasan yang sama dalam mengungkapkan pengalaman seksualnya. Kemudian pada Pupuh Salisir dijelaskan secara gamblang, suami harus memperhatikan istrinya berdasarkan ciri-ciri atau penampakan tubuhnya, sebelum berhubungan badan, tambah Pangeran Edwin Soeryo Putrakusumo.

Baca Juga: Mengenal Seksiologi Hingga Banyak Tradisi dalam Serat Centhini

Selanjutnya Kanjeng Raden Ayu (KRAy). Tiara Soeryo Putrakusumo istri Pangeran Edwin Soeryo Putrakusumo, menjelaskan, selain mengajarkan tentang cara, etika, dan ritualisasi, Serat Centhini II pada Pupuh Asmaradana membahas bentuk-bentuk serta pose hubungan seksual yang seharusnya dilakukan. Hal tersebut dimaksudkan agar pasangan dapat mencapai kepuasan bersama-sama. "Hubungan seksual tidak hanya sekadar pemuasan nafsu lelaki maupun perempuan, tetapi juga sebagai bentuk ungkapan perasaan cinta kasih, proses prokreasi, dan seks sekaligus sebagai wahana ibadah.

Kemudian dalam penjelasan Serat Centhini IV, Pupuh Balabak dituliskan secara rinci posisi berhubungan seksual dalam melakukan penetrasi, misalnya, harus tetap pula melihat tipe perempuan pasangannya.

Halaman:

Editor: Ali A


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x