Idul Fitri dan Tradisi Tukar Menukar Uang dalam Perspektif Hukum Islam, Begini Penjelasan Selengkapnya

25 April 2022, 06:58 WIB
Idul Fitri dan Tradisi Tukar Menukar Uang dalam Perspektif Hukum Islam, Begini Penjelasan Selengkapnya /Neng Anne Mustika/Bagikanberita.com

BANJARNEGARAKU - Idul Fitri tidak sampai dua pekan lagi tiba dan biasanya masyarakat mempunyai tradisi tukar menukar uang.

Menjelang Hari Raya Idul Fitri beberapa tempat perbelanjaan ramai dan termasuk di Bank, salah satunya untuk tukar menukar uang baru.

Lantas bagaimana Idul Fitri dan tradisi tukar menukar uang dalam perspektif hukum Islam?

Baca Juga: Kurikulum Merdeka! Kunci Jawaban Kelas 4 SD MI Bahasa Indonesia Halaman 30 31, Tanaman Kak Tiur Bernama

Artikel ini akan menyajikan Idul Fitri dan Tradisi Tukar Menukar Uang dalam Perspektif Hukum Islam yang banjarnegaraku.com lansir dari laman mui.or.id.

Meskipun masih lumayan lama karena baru memasuki sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan namun geliat dan aktivitas masyarakat nampaknya sudah mulai mempersiapkan dan menyambut perayaan Idul Fitri.

Ada yang menghias taman rumah dengan vas aneka bunga baru, mengecat rumah, membeli baju baru, mempersiapkan aneka kue dan toples baru, ada yang beli cash dan kredit kendaraan baru, bahkan tidak sedikit perbankan rame pengunjung hingga antri demi mendapatkan tukaran uang baru.

Baca Juga: Seberapa Jawa Kamu! 12 Kalimat Kocak Bahasa Jawa Penghibur Diri

Memang secara etimologi “Idul Fitri” maknanya adalah “kembali suci”. Itu berarti simbol suci identik dengan hal yang bersih, wangi, ori dan belum terkontaminasi.

Maka kata yang tepat untuk mengakumulasi makna Idul Fitri adalah “Sesuatu yang Baru”.

Pakaian baru, makanan dengan menu baru, kendaraan baru, ornamen rumah serba baru, perabot baru, hingga uang baru bagaikan simbol dari bersihnya hati, dan sebagai syiar Islam ketika hari Raya Fitri.

Baca Juga: Kurikulum Merdeka! Kunci Jawaban Kelas 4 SD MI Bahasa Indonesia Halaman 17 18, Cara Mencari Kata dalam Kamus

Adakah Anjuran Agama Memakai Sesuatu Serba Baru Saat Lebaran Idul Fitri? Begini selengkapnya menurut Ustadz. Ismail Soleh, SHI., MHI., Ketua Dewan Asatidz MT. Rachmat Hidayat Lampung.

Idul fitri adalah waktunya berhias dan berpenampilan sebaik mungkin untuk menampakan kebahagiaan di hari yang berkah itu.

Berhias bisa dilakukan dengan membersihkan badan, memotong kuku, memakai wewangian terbaik dan pakaian terbaik.

Lebih utama memakai pakaian putih, kecuali bila selain putih ada yang lebih bagus, maka lebih utama mengenakan pakaian yang paling bagus, semisal baju baru.

Baca Juga: Bank Soal Ulangan Harian PPKN/PKN Kelas 4 SD MI Lengkap Kunci Jawaban dan Pembahasan, KD. 3.1 Kurikulum 2013

Keterangan ini dapat dipahami bahwa tradisi membeli baju baru saat lebaran menemukan dasar yang kuat dalam teks agama, dalam rangka menebarkan syiar kebahagiaan di hari raya Idul Fitri.

Kesunnahan berhias ini berlaku bagi siapapun, meski bagi orang yang tidak turut hadir di pelaksnaan shalat Idul Fitri.

Khusus bagi perempuan, anjuran berhias tetap harus memperhatikan batas-batas syariat, seperti tidak membuka aurat, tidak mempertontonkan penampilan yang memikat laki-laki lain yang bukan mahramnya dan lain sebagainya.

Baca Juga: Contoh Soal Jawaban Singkat Ulangan Kenaikan Kelas UKK PKN Kelas 4 SD MI Tema 7, Lengkap dengan Kunci Jawaban

(Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 281)

قَالَ رَجُلٌ: «إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً»، قَالَ: ((إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ)

“Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan”. (HR. Muslim).

Baca Juga: Kebakaran di Mall BIP Bandung Minggu 24 April 2022 Malam, Pihak Manajemen Angkat Bicara

Hadits lain menceritakan sahabat Ibnu Umar RA yang mengenakan pakaian bagus di hari raya.

عَنْ نَافِعٍ : أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يَلْبَسُ فِى الْعِيدَيْنِ أَحْسَنَ ثِيَابِهِ

“Diriwayatkan dari Nafi’ bahwa Ibnu Umar RA memakai baju terbaiknya di dua hari raya,” (HR Al-Baihaqi dan Ibnu Abid Dunya dengan sanad shahih).

قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى … فَأُحِبُّ في الْعِيدَيْنِ أَنْ يَخْرُجَ بِأَحْسَنَ ما يَجِدُ من الثِّيَابِ

“Imam As-Syafi’i rahimahullahu ta’ala berkata, ‘… maka aku senang dalam dua hari raya orang hendaknya ke luar dengan baju terbaik yang ia temukan,’” (Lihat Muhammad bin Idris As-Syafi’i, Al-Umm, [Beirut, Darul Ma’rifah: 1393 H], juz I, halaman 248).

Baca Juga: Menu Masakan Khas Idul Fitri, Salah Satunya Ada Ketupat, Opor Ayam dan Lontong Sayur, Begini Selengkapnya

Makna dan Esensi Hari Raya Syekh Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairomi dalam Hasiyah al-Bujairami alal Khatib memaknai esensi hari raya bukan sekadar tentang makanan baru dan sesuatu yang serba baru, meski pada dasarnya dianjurkan (baca: sunnah) menggunakan pakaian baru, pada hakikatnya bukan itu maksud dan makna dari hari raya yang sesungguhnya.

Syekh Sulaiman mengatakan:

جعل اللّه للمؤمنين في الدنيا ثلاثة أيام: عيد الجمعة والفطر والأضحى، وكلها بعد إكمال العبادة وطاعتهم. وليس العيد لمن لبس الجديد بل هو لمن طاعته تزيد، ولا لمن تجمل باللبس والركوب بل لمن غفرت له الذنوب

“Allah SWT menjadikan tiga hari raya di dunia untuk orang-orang yang beriman, yaitu, hari raya jum’at, hari raya Fitri, dan Idul Adha. Semua itu, (dianggap hari raya) setelah sempurnanya ibadah dan ketaatannya. Dan Idul Fitri bukanlah bagi orang yang menggunakan pakaian baru. Namun, bagi orang yang ketaatannya bertambah. Idul Fitri bukanlah bagi orang yang berpenampilan dengan pakaian dan kendaraan. Namun, Idul Fitri hanyalah bagi orang yang dosa-dosanya diampuni.” (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasiyah al-Bujairami alal Khatib, juz 5, h. 412)

Baca Juga: Nekad! Maling Curi HP dan Duit di Pemukiman Warga, Begini Kronologinya

Jelang hari raya Idul Fitri benar-benar dimanfaatkan sejumlah kalangan untuk meraup untung, termasuk dengan menyediakan pecahan uang baru.

Fenomena ini sudah banyak disaksikan di pinggiran jalan utama, terminal, stasiun, pelabuhan, diperkotaan hingga ke pelosok desa.

Ada banyak pecahan yang ditawarkan, mulai nominal kecil hingga puluh ribu rupiah.

Masalah praktik penukaran uang ini cukup pelik. Praktik ini dapat dilihat dari dua sudut. Kalau yang dilihat dari praktik penukaran uang itu (ma’qud ‘alaih) adalah uangnya, maka penukaran uang dengan kelebihan jumlah tertentu jelas haram karena praktik ini terbilang kategori riba.

Baca Juga: Ada 8 Golongan Penerima Zakat Fitrah, Seorang Muzakki Wajib Tahu, Ini Daftarnya

Namun kalau yang dilihat dari praktik penukaran uang ini (ma’qud ‘alaih) adalah jasa orang yang menyediakan jasa, maka praktik penukaran uang dengan kelebihan tertentu mubah menurut syariat karena praktik ini terbilang kategori ijarah.

Ijarah sebenarnya adalah sejenis jual-beli juga, hanya saja produknya adalah berupa jasa, bukan barang.

Karena ijarah adalah sejenis jual beli, maka ia bukan termasuk kategori riba sebagai keterangan

Baca Juga: Seberapa Jawa Kamu! Ucapan Idul Fitri 2022 Bahasa Jawa Krama Cocok Disampaikan Kepada Orang Tua dan Mertua

Kitab Fathul Mujibil Qarib berikut ini:

والإجارة في الحقيقة بيع إلا أنها قابلة للتأقيت وأن المبيع فيها ليست عينا من الأعيان بل منفعة من المنافع إما منفعة عين وإما منفعة عمل

“Ijarah (sewa) sebenarnya adalah jual-beli, hanya bedanya ijarah menerima pembatasan tempo. Produk pada ijarah bukan pada barang, tetapi manfaat (jasa) dari sebuah barang atau jasa dari sebuah tenaga (aktivitas),” (Lihat KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, [Situbondo, Maktabatul As‘adiyyah: 2014 M/1434 H], cetakan pertama, halaman 123).

Perbedaan orang dalam memandang masalah ini muncul karena perbedaan mereka dalam memandang titik akad penukaran uang itu sendiri (ma’qud ‘alaih). Sebagian orang memandang uang sebagai barang yang dipertukarkan.

Baca Juga: Seberapa Jawa Kamu! Apakah Kunthet dan Kunthing Memiliki Arti yang Sama, Berikut Arti dan Kalimatnya

Sementara sebagian orang memandang jasa orang yang menyediakan jasa penukaran. Tetapi terkadang barang itu sendiri mengikut sebagai konsekuensi atas akad jasa tersebut sebagai keterangan Nihayatuz Zein berikut ini:

وقد تقع العين تبعا كما إذا استأجر امرأة للإرضاع فإنه جائز لورود النص والأصح أن المعقود عليه القيام بأمر الصبي من وضعه في حجر الرضيع وتلقيمه الثدي وعصره بقدر الحاجة وذلك هو الفعل واللبن يستحق تبعا

“Barang terkadang mengikut sebagaimana bila seseorang menyewa seorang perempuan untuk menyusui anaknya, maka itu boleh berdasarkan nash Al-Quran.

Baca Juga: Seberapa Jawa Kamu! Apakah Perbedaan Kuthuk dan Kutuk, Kamu Harus Tahu Artinya

Yang paling shahih, titik akadnya terletak pada aktivitas mengasuh balita tersebut oleh seorang perempuan yang meletakannya di pangkuannya, menyuapinya dengan susu, dan memerahnya sesuai kebutuhan.

Titik akadnya (ma’qud ‘alaih) terletak pada aktivitas si perempuan.

Sementara asi menjadi hak balita sebagai konsekuensi dari aktivitas pengasuhan,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zein.

Bila dalam praktik penukaran uang baru yang menjadi objeknya adalah uang, maka ia bisa menjadi haram karena masuk dalam kategori riba.

Akan tetapi, apabila objeknya adalah jasa orang yang menyediakan uang, maka hukum menukar uang baru saat Lebaran boleh-boleh saja menurut Islam.

Baca Juga: Seberapa Jawa Kamu! Ucapan Idul Fitri 2022 yang Cocok Disampaikan Kepada Orang Tua, Mertua, Calon Mertua

Dapat disimpulkan bahwa:

1. Serba baru boleh bahkan mustahab ada nilai kesunahan saat lebaran dengan niat karena Allah bukan didasari kesombongan, riya’, ujub.

Dan sebagai ujud ekspresi syukur atas nikmat kemenangan yang Alloh berikan.

2. Bisnis tukar menukar duit baru hukumannya boleh asal dasarnya suka sama suka (Q.S Annisa ayat 29).

Dan memang prinsip dasar muamalah dalam kaidah fiqhiyah adalah Al ibahah (diperbolehkan).

Tapi dengan catatan objeknya (ma’qud ‘alaih) adalah karena jasa orang yang menyediakan penukaran uang dengan akad ijarah.***

Editor: Dimas D. Pradikta

Sumber: mui.or.id

Tags

Terkini

Terpopuler