Ternyata Luar Biasa Pahala Shalat Tarwih Malam Ke 26, Prof Ahmad Rofiq: Allah Langsung Membalasnya

17 April 2023, 08:15 WIB
Prof Ahmad Rofiq /Dwi Widiyastuti/

Oleh: Ahmad Rofiq*)

BANJARNEGARAKU - Ternyata luar biasa pahala shalat Tarawih malam ke 26 Ramadhan. Prof Ahmad Rofiq menyitir hadist, bahwa Allah SWT akan meningkatkan pahalanya selama empat puluh tahun.

Tidak terasa puasa kita sudah memasuki hari ke 26 Ramadhan. Bagi yang melaksanakan shalat tarawih pada malam ke 26, dalam Riwayat dari ‘Ali bin Abi Thalib karramaLlahu wajhahu, bahwa Nabi saw ditanya tentang keutamaan tarawih di bulan Ramadhan?

Beliau Rosulullah Saw menjawab: “Pada malam kedua puluh enam, Allah akan meningkatkan pahalanya selama empat puluh tahun” (Durratun Nashihin).

Baca Juga: Gus Ghafur: Sebelum Berakhir, Inilah Pelajaran Ramadhanmu!


Rasulullah Saw juga bersabda: “Man yaqum lailata l-qadri îmânan wa ihtisâbân ghufira lahû mâ taqaddama min dzanbihi” (Muttafaqun ‘alaih). Artinya: “Barang siapa menghidukan malam lailatul qadar (dengan melaksanakan ibadah-ibadah seperti berdoa, melaksanakan shalat sunnah, dan membaca Al-Qur’an) dengan meyakini keutamaannya dan mengharapkan pahala dari Allah SWT, niscaya dosa-dosanya yang telah lalu diampuni” (Muttafaqun ‘alaih).


Untuk muhasabah, apakah puasa kita sudah sampai pada tingkatan taqwa atau dalam bahasa sederhana pada tahapan shaleh individual atau sosial, tentu kita sendiri yang bisa mengukur dan merasakannya.

Baca Juga: Perdana! 30 Anak Ikuti Becer Bareng Yatim Dhuafa dari Komunitas Pemuda di Banjarnegara

Puasa yang merupakan ibadah unik, dan khusus untuk Allah, karena Allah yang akan langsung membalasnya, adalah merupakan prosesi ritual dengan meninggalkan makan, minum, hubungan cinta dengan pasangan halalnya, untuk membersihkan dosa-dosa individual, dan juga membangun keshalehan sosial.


Karena itu, sejak awal puasa, kitra diperintahkan untuk menyiapkan takjil – makanan dan minuman untuk diberikan – kepada saudara-saudara kita yang berpuasa, dengan janji pahala puasa sejumlah orang-orang yang menikmati takjil kita, tanpa mengurangi pahala puasa mereka.

Ini karena puasa juga dimaksudkan untuk membangun kesadaran sosial (social awareness) agar kita melalui ritual puasa, memiliki kepedulian kepada saudara-saudara kita yang secara ekonomi dalam keadaan kekurangan.

Dalam Bahasa Al-Qur’an, saudara-saudara kita yang hidup dalam kekurangan itu, ada yang disebut dengan as-sâil dan al-mahrûm (QS. Al-Ma’arij (70): 25 dan Adz-Dzariyat (51): 19).

As-sâil artinya orang-orang yang hidup dalam kekurangan, akan tetapi ia merelakan diri untuk meminta-minta, sementara al-mahrûm adalah orang-orang yang dalam kekurangan namun tetap menjaga marwahnya tidak meminta-minta.


Dalam konteks itulah, maka melalui QS. At-Taubah (9): 60, menempatkan Badan atau Lembaga Amil Zakat sebagai mustahiq prioritas ketiga setelah al-fuqarâ’ dan al-masâkîn sebagai Badan atau Lembaga yang diberi tugas untuk menghimpun zakat dengan perintah serius dari para muzakki (QS. At-Taubah (9): 103) dan mendistribusikannya kepada para mustahiq (tu’khadzu min aghniyâihim wa turaddu ilâ fuqarâihim).

Baca Juga: Ustadzah Hj. Lilis Ujianti : Pentingnya Peranan Perempuan dalam Rumah Tangga dan Pembangunan Negeri

Namun karena Indonesia bukanlah negara agama, maka hingga tulisan ini dibuat, UU yang berkaitan dengan zakat, memilih nomenklatur tentang Pengelolaan Zakat – bukan UU Zakat.


Negara tidak mengatur – baik dalam bentuk perintah dan sanksi bagi pelanggarnya – para muzakki atau orang-orang yang kaya yang tidak membayar zakatnya. Karena yang diatur dan ada ancaman sanksinya, adalah para pengelola zakat.

Baca Juga: Kilang Minyak Pertamina Sumsel Terbakar, Diduga Akibat Tersambar Petir

Karena itu, seandainya, orang-orang kaya yang jumlah harta kekayaannya tidak terbatas, dan mereka tidak membayar zakat, maka tidak bisa dijatuhi hukuman atau sanksi apapun, karena memang tidak ada klausul pasal atau ayat yang mengaturnya.
Dengan demikian, pengaturan zakat tetap berdasarkan pada kesadaran ilahiyah atau teologis dari pada orang kaya atau muzakki.

Di dalam harta para orang kaya itu ada kewajiban yang jelas diketahui (haqqun ma’lum), yang harus dibayarkan untuk diserahkan kepada orang-orang yang hidup dalam kekurangan, baik mereka yang meminta-minta dan atau yang menjaga marwahnya untuk tidak meminta-minta. 


Penghormatan Marwah Manusia

Islam sangat menghormati harga diri atau marwah seseorang termasuk mereka yang dengan terpaksa meminta-minta.

Pertama, agar terhadap orang-orang yang meminta-minta, hendaklah jangan dibentak (QS. Adl-Dluha (93):10).

Kedua, dibuatkan wadah berupa Badan atau Lembaga Amil Zakat, agar supaya saudara-saudara kita yang hidup dalam kekurangan, tidak harus bertemu dan berhadapan langsung dengan para muzakki, tetapi dijembatani melalui Badan atau Lembaga Amil.

Baca Juga: Jelang Libur Pekan Lebaran 2023, Plt Kadisparbud Banjarnegara Tinjau Kesiapan Destinasi Wisata Dieng

Analogi dengan Badan atau Lembaga Amil Zakat, adalah perbankan.

Orang-orang yang ingin menambah modal, tidak harus berhadapan secara langsung dengan shahibul mal (pemilik harta), akan tetapi dijembatani melalui bank, agar antara shahibul mal dan mudharib atau musyarik, yang membutuhkan tambahan modal, tidak harus bertemu secara langsung.


Karena itu, dalam pendistribusian zakat, khususnya yang sudah terlanjur mendaftarkan diri sebagai Unit Pengumpul Zakat, semestinya oleh Baznas diberi kewenangan sekaligus panduan, agar skala prioritas pendistribusiannya, didistribusikan kepada para mustahik di zona di mana UPZ menghimpun zakatnya.

Baru setelah zona pertama sudah terpenuhi, bergeser kepada zona berikutnya.

Baca Juga: SD NU Master Sokaraja Undang Native Speaker dari USA, Dukung Program Multiple Language Sekolah

Ada keluhan dari para UPZ, ketika dana sudah disetorkan kepada Baznas, mereka merasa kesulitan untuk mendapatkan dana zakatnya dari Baznas, sementara kebutuhan distribusi di zona daerahnya, belum teratasi.


Jika hal ini, tidak segera ada penyelesaian, maka dikhawatirkan akan menurunkan atau setidaknya mengurangi kepercayaan para muzakki, jika akan membayarkan zakatnya melalui UPZ ke Baznas, sementara banyak para mustahik yang boleh jadi secara kasat mata perlu mendapat prioritas, maka tidak mendapatkan zakat yang seharusnya mereka dapat menerimanya.

Semoga di lapangan tidak demikian adanya.

Baca Juga: Menteri PPPA Sampaikan Pentingnya Pendampingan Orang Tua di Era Informasi
Dengan demikian jelas, bahwa ibadah puasa mendidik pelakunya untuk dapat mewujudkan keshalehan individual dan kesalihan sosial sekaligus.

Karena dengan jalan inilah, sesungguhnya ajaran dan ibadah puasa adalah memproses pelakunya menjadi sebaik-baik manusia (khairun nâs).

Karena sebaik-baik manusia, adalah mereka yang paling bermanfaat bagi manusia. Allah a’lam bi sh-shawab.

*) Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, MA., Direktur LPH-LPPOM-MUI Jawa Tengah, Ketua Pimpinan Wilayah Dewan Masjid Indonesia (PW-DMI) Jawa Tengah (Terpilih, 2022-2027), Guru Besar UIN Walisongo Semarang, Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS) Rumah Sakit Islam-Sultan Agung Semarang, Koordinator Wilayah Indonesia Tengah PP MES, dan Ketua DPS BPRS Kedung Arto Semarang.***

Editor: Ali A

Sumber: Prof Ahmad Rofiq

Tags

Terkini

Terpopuler