Harga Beras Makin Meroket, Bulog Diminta Kembali sebagai Penyangga Pangan....

1 Maret 2024, 04:00 WIB
Beras Bulog. Harga Beras Makin Meroket, Bulog Diminta Kembali sebagai Penyangga Pangan.... /Foto : dok. Istimewa

BANJARNEGARAKU.COM - Setiap tahunnya penurunan produksi gabah di Indonesia rata-rata mencapai 1 persen. Penurunan tersebut konstan terjadi karena petani tak mau terus-menerus rugi lantaran harga jual yang tak sebanding dengan biaya produksi.

Hal tersebut disampaikan oleh Pengajar di Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dwi Andreas Santosa.

Baca Juga: Tahukah Kamu? Ternyata Ada Lima Tanaman Ini Bisa Redakan Stres dan Kecemasan....

"Selama 10 tahun terakhir, petani merasakan kerugian pada lima tahun di antaranya. Lalu buat apa mereka menanam padi? Itu yang membuat banyak dari petani berhenti menanam padi," ucap Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) itu.

Dikutip banjarnegaraku.com dari Pikiran-Rakyat.com, kerugian dinilai karena dipicu kebijakan pemerintah yang lebih mengutamakan konsumen daripada petani. Menurutnya, ketimpangan tersebut terwujud dalam harga pembelian pemerintah untuk gabah kering panen yang dipatok lebih rendah daripada biaya produksi.

Sementara saat ini, harga pembelian pemerintah gabah kering panen Rp5.000 per kilogram. Padahal biaya produksi petani pada 2022 Rp5.700 per kilogram. Lantaran enggan rugi, banyak petani yang tak mau bertransaksi dengan Bulog, sehingga konsekuensinya, Bulog harus memenuhi kuota cadangan beras melalui skema impor.

Baca Juga: Bulan Dana PMI 2023 Capai Rp1,5 Miliar, Arahkan untuk Darurat Bencana dan Kemiskinan, Ini Kata Bupati Tiwi...

"Dengan kapasitas gudang mereka sekarang, Bulog sebenarnya mampu menyimpan sekitar 3.000.000 ton beras atau 10 persen dari produksi gabah nasional," kata dia, "namun 10 persen gabah nasional itu harus dibeli Bulog dengan harga yang wajar."

"Beras hasil penggilingan gabahnya lalu bisa mereka gunakan untuk mengintervensi pasar, terutama pada masa akhir tahun sampai awal tahun ketika harga beras cenderung naik. Idealnya seperti itu," tuturnya lagi menerangkan.

Kembalikan Bulog ke posisi semula

Menurut Andreas, dalam situasi dan peran Bulog yang tidak ideal seperti saat ini yang membikin pemerintah tak bakal pernah punya solusi berkelanjutan, untuk persoalan ketersediaan dan harga beras.

Baca Juga: HORE! Warga Jateng Bisa Ikut Mudik Gratis 2024, Inilah Info Persyaratan dan Siapkan Dokumennya....

Imbas dari status perusahaan umum, Bulog bakal sulit membeli gabah kering dari petani lokal dengan harga bersaing dengan perusahaan partikelir.

Tak dipungkiri, selama bertahun-tahun terakhir, tuturnya, petani lokal lebih memilih menjual gabah kering ke perusahaan swasta, karena cuma perusahaan besar yang mampu membeli harga gabah kering dengan margin keuntungan untuk petani.

"Kembalikan Bulog ke posisi semula sebagai penyangga pangan," kata dia, "Bulog semestinya boleh rugi karena tugas menyangga pangan. Dengan begitu mereka membeli gabah dengan harga lebih tinggi dari harga pasar, lalu menjual beras yang mereka simpan saat paceklik dengan harga di bawah pasar." imbuhnya.

Baca Juga: Tiket Kereta Api Tambahan Mudik Lebaran 2024 Gelombang 2 Kapan Dibuka? Cek Info Terbaru dan Jadwalnya Disini..

Menurut Andreas, sekarang Bulog harus untung karena mereka berstatus perusahaan umum.

"Kalau tidak boleh rugi, saat ada persoalan harga dan ketersediaan beras seperti hari-hari ini, buat apa pusing, mereka tinggal impor saja," katanya.

Jika dilihat berdasarkan data Kementerian Pertanian tahun 2022, saban tahun 90.000 sampai 100.000 hektare sawah berubah fungsi. Alih fungsi sawah salah satunya terjadi di Kecamatan Ampek Nagari, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Petani mengubah sawahnya menjadi lahan jagung lantaran tingginya biaya produksi gabah.

Namun begitu, Ampek Nagari bukan satu-satunya wilayah yang melakukan alih fungsi sawah, di Kecamatan Kembangbahu, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur juga sawah dikonversi menjadi lahan pertanian selain padi. Petani mengubahnya menjadi kebun tebu.

Baca Juga: Orang Tua Wajib Tau! Inilah 3 Pendekatan yang Diajarkan oleh Buya Syakur

Faktor Iklim Produksi Gabah Anjlok

Sementara itu, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih menilai, salah satu persoalan dari kelangkaan dan lonjakan harga beras adalah produksi gabah yang menurun.

Ini jadi alasan, mengapa produksi gabah itu anjlok karena faktor iklim seperti El Nino yang menyebabkan kekeringan dan El Nina yang meninggikan curah hujan dan potensi banjir di Indonesia.

Selain itu, adanya faktor alam yang disebut Presiden Joko Widodo memicu mundurnya masa panen awal 2024. Selain itu, penurunan produksi gabah itu dipicu melambungnya harga pupuk nonsubsidi, selama 2023 jatah pupuk subsidi berkurang.

Baca Juga: Kepala Daerah Pendukung Pengelolaan Zakat, Pj Bupati Banyumas Terima Penghargaan BAZNAS Award 2024

Dijelaskan Henry, kelangkaan dan melambungnya harga beras juga disebabkan program bantuan pangan pemerintah sejak Maret 2023.

Eks Menteri Perdagangan Thomas Lembong sebelumnya juga bilang, bantuan beras 10 kilogram untuk 22 juta keluarga menguras stok beras Bulog.

"Jokowi memobilisasi beras, akhirnya stok pangan tidak baik. Jadi walaupun Bulog mengintervensi melalui beras SPHP, mereka tidak bisa menurunkan harga beras premium," kata dia, seperti dilaporkan BBC News Indonesia.***

DISCLAIMER: Sebagian dari artikel ini sudah tayang di Pikiran-Rakyat.com pada 29 Februari 2024, dengan judul: Kembalikan Bulog ke Posisi Semula sebagai Penyangga Pangan.

Editor: Dian Sulistiono

Sumber: Pikiran-Rakyat.com

Tags

Terkini

Terpopuler