Puluhan Tahun Mencari, Warga Suriname Akhirnya Sampai di Desa Pagak Banjarnegara, Tanah Kelahiran Kakek Moyang

22 Juli 2023, 20:56 WIB
Warga Suriname (dua dari kiri) Toemidjan beserta istri, foto bersama Kepala Desa Pagak dan keluarga di Desa kelahiran kakeknya di Desa Pagak Banjarnegara /Dimas/banjarnegaraku.com

BANJARNEGARAKU.COM - Toemidjan generasi ke 3 keturunan warga Jawa (Desa Pagak, Purwareja Klampok, Banjarnegara) pria kelahiran Suriname, sebuah negara di Amerika Selatan yang dahulunya bernama Guyana Belanda, yang saat ini tinggal di Belanda berhasil menemukan Desa kelahiran kakeknya, bahkan bisa ketemu dengan keluarganya.

Toemidjan melakukan napak tilas mencari tanah kelahiran Kakeknya yang lahir di Jawa, Indonesia.

Bermodal silsilah keluarga yang terdokumentasikan secara lengkap, pasangan suami istri, Toemidjan (67 tahun) dan Lucia Aminah Soetowihardjo (63 tahun) dari Tamanredjo, Suriname, saat ini tinggal di Belanda, kemudian melakukan pencarian keluargannya yang ada di Jawa, tepatnya di Desa Pagak, Purwareja Klampok, Banjarnegara, dalam dokumen tertulis (Pagak, Predjah, Banjoemas).

Baca Juga: Hitungan Dasar Hukum Alam Sri, Lungguh, Dunya, Lara, Pati, Begini Selengkapnya

Menurut silsilah dan data yang ada, Toemidjan (Pensiunan Kesehatan) merupakan keturunan dari Mbah Wangsakrama warga Desa Pagak, Banjarnegara yang pada waktu itu turut serta berangkat ke Suriname, kemudian menikah dengan warga Magelang yang ada di Suriname kemudian menetap disana.

Sedangkan istri dari Toemidjan yakni Lucia Aminah Soetowihardjo merupakan keturunan dari Jawa, Indonesia, dalam silsilahnya yakni dari Wonogiri dan Solo.

Database Suriname, dokumen atau data yang menyebutkan daerah asal Mbah Wangsakrama dari Pagak, Predjah, Banjoemas Dokumen Toemidjan/banjarnegaraku.com

"Pertama datang ke Indonesia pada tahun 1996, sudah mulai tertarik mencari Desa kelahiran Mbah Wangsakrama di Pagak, namun karena belum begitu bisa berbahasa Indonesia jadi belum terlalu mendapatkan hasil, baru pada tahun 2019, kita sampai ke Banjoemas, namun ketika tanya-tanya nama Pagak, Predjah, Banjoemas, saat berkunjung di Purwokerto tidak ada yang mengetahui," ungkap Toemidjan menggunakan bahasa Jawa Suriname.

Baca Juga: Cara Menghitung Weton Menurut Primbon Jawa, Kenali Watak Manusia dari Weton Kata Suhu Padepokan Carang Seket

Ia mengaku sudah 7 kali datang ke Indonesia, untuk mencari keluarganya di Pagak, yang juga tanah kelahiran kakeknya itu, sekaligus melakukan kunjungan wisata ke kota-kota yang ada di Indonesia, seperti Solo, Jogja, bahkan sempat berwisata ke Dieng.

Dari keterangan yang diterima banjarnegaraku.com, Mbah Wangsakrama warga asli Pagak, Predjah, Banjoemas atau Kakek dari Toemidjan berangkat ke Suriname pada 18 Juli 1927, menggunakan kapal Kangen dari Batavia pada waktu itu.

Mbah Wangsakrama (kanan), warga Pagak, Predjah, Banjoemas yang berangkat ke Suriname pada tahun 1927, kakek dari Toemidjan Banjarnegaraku.com

Masih dari dokumen yang ada, Mbah Wangsakrama berangkat ke Suriname sebagai pekerja pemanen tebu, disana bertemu dengan sang istri warga Magelang, dan kemudian menetap di Suriname, hingga generasi ke 3 yaitu Toemidjan.

Baca Juga: Serabi Ayu Perempatan Buntil Banjarnegara Selalu Jadi Klangenan, Jajanan Khas yang Disukai Banyak Orang

Adapun silsilah keturunan dari Toemidjan yakni:

1. Mbah Wangsakrama (lahir di Pagak berangkat ke Suriname tahun 1927,
2. Sadjan (lahir di Suriname),
3. Toemidjan (lahir di Suriname saat ini berumur 67 tahun) yang saat ini datang ke Desa kelahiran Mbah Wangsakrama di Pagak.

Toemidjan bertemu dengan Soderi Sapan (71 tahun/juru kunci makam Depok) warga Desa Pagak, setelah sebelumnya Kepala Desa Pagak, melakukan penelitian dokumen dan observasi dengan bertanya kepada sesepuh Desa Pagak yang saat ini masih hidup, untuk mendapatkan keterangan mengenai silsilah Mbah Wangsakrama saat itu (ketika masih di Pagak).

Alhasil dari apa yang dilakukan, selama 30 menit komunikasi, penelitian dokumen, dan observasi lapangan melalui sesepuh, setelah dirunutkan silsilahnya, ketemulah keturunan dari generari ke 4 dari canggah Toemidjan atau orang tua dari Mbah Wangsakrama (warga Pagak yang pergi ke Suriname).

Baca Juga: Banjarnegara Miliki Objek Bersejarah, saat Lakukan Observasi, 2 Siswa Ini Temukan Fakta Mengejutkan

Ditanya banjarnegaraku.com mengenai keinginan Toemidjan datang ke Pagak yakni karna rasa keingintahuannya untuk mengetahui Desa kelahiran mbahnya di Pagak, serta mencari keluarga atau silsilah keluarganya di Banjoemas, Predjah, Pagak.

Toemidjan dan istri warga Suriname saat menikmati hidangan (pisang) di rumah Soderi Sapan, Desa Pagak, Purwareja Klampok, Banjarnegara, Jumat 21 Juli 2023 Dimas/banjarnegaraku.com

"Tujuan pertama mencari Desa kelahiran, kepengen tau Desanya seperti apa, bersyukur masih bisa ketemu dengan keluarga, pernah kangmas, sepupu, dari jalur Mbah Wangsakrama," ungkap Toemidjan menggunakan bahasa Jawa Suriname.

"Kita awalnya melihat database, kemudian kita pelajari, mengenai asal dari kakek (Wangsakrama), tertulis Banjoemas, Prejah, Pagak, berarti menurut pemikiran kita, wilayah yang dituju Banjoemas dulu baru Prejah, baru Pagak, dan akhirnya pada 21 Juli 2023 ini bisa sampai ke Pagak bahkan bertemu dengan keluarga," penjelasan Toemidjan menggunakan bahasa Jawa Suriname.

Baca Juga: Cek 9 Neptu Weton Ini! Bakal Punya Masa Emas di Usia 40, 50, 60 Tahun, Ini Menurut Primbon Jawa...

Suasana haru pertama kali saat mengetahui Desa asal kakek moyangnya, Toemidjan terlihat menitikan air mata, setelah pencarian lama, datang pertama ke Indonesia tahun 1996 hingga 2023 (27 tahun), akhirnya bisa sampai Desa Pagak, tanah kelahiran Mbah Wangsakrama.

Toemidjan dan Lucia Aminah Soetowihardjo dikaruniani 2 orang putra yang kini tinggal di Belanda, yakni Edwin Toekiran Wangsakrama (Laki-laki) dan Lilian Amini Wangsakrama (Perempuan).

Toemidjan mengungkapkan, untuk masyarakat keturunan Jawa, bahasa kesehariannya menggunakan bahasa Jawa, warga keturunan Jawa disana sangat menjaga tradisi Jawa yang dibawa ke Suriname.

Baca Juga: Mengapa Orang Jawa Menikah pada Bulan Suro Dilarang? Begini Penjelasan Primbon Jawa

"Di Suriname juga ada wayang, dalang nya kakek saya saat ini sudah meninggal, Kuda Kepang juga ada, ya hampir sama dengan yang ada di Jawa, bahkan untuk penyebutan benda juga sama," tambahnya.

Penjelasan Kades Pagak mengenai warga Suriname (saat ini tinggal di Belanda) datang di wilayahnya

Masih dilokasi yang sama, Kepala Desa Pagak Sudarwo SH, mengungkapkan rasa syukurnya atas kedatangan keturunan warga Pagak yang lahir di Suriname, saat ini tinggal di Belanda, serta bisa bertemu dengan keluarganya.

Suasana di wisata rawa lutung Desa Pagak saat mencari silsilah keturunan dari keluarga dari Mbah Wangsakrama (warga Pagak yang berangkat ke Suriname pada tahun 1927), Kakek dari Toemidjan Dimas/banjarnegaraku.com

"Pertama datang ke Balai Desa Pagak,  Toemidjan memperkenalkan diri, kemudian menyampaikan maksud dan tujuannya, memberikan dokumen dari hasil peneluran database warga Jawa yang berangkat ke Suriname yang salah satu adalah Kakeknya bernama Wangsakrama, setelah kita lakukan observasi bersama sesepuh desa, akhirnya ketemu runtutan silsilah orang tua dari Mbah Wangsakrama yang merupakan satu canggah dengan Mbah Soderi Sapan (Kunci Makam Depok) warga Desa Pagak, kemudian kita pertemukan dan dilakukan komunikasi penyamaan silsilah keluarga, yang menyatakan benar bahwa keduanya merupakan keluarga (pernah sanak atau sepupuan) masih satu canggah," jelas Sudarwo Kades Pagak.

Baca Juga: Siji Suro dan Sembilan Ajaran Jawa, Yuk Intip Filosofi atau Kata-kata yang Sering Diajarkan Berikut Ini

Sambutan dari Soderi Sapan atas kedatanga warga Suriname (saat ini tinggal di Belanda) yang juga keluarganya

Setelah meruntut silsilah dan mengetahui bahwa warga Suriname (Toemidjan dan Lucia Aminah Soetowihardjo) yang datang ke Desa Pagak itu adalah keluarganya, Soderi langsung mengajaknya untuk beristirahat di rumahnya sembari melanjutkan obrolannya.

Soderi Sapan juga menawarkan tempatnya ketika Toemidjan dan Lucia Aminah Soetowihardjo akan berkunjung kembali ke Indonesia.

"Kalau datang kesini, kerumah sini saja, jangan kemana-mana, kita ini kan saudara, rumah di Pagak ya disini," ungkapnya.

Sembari menikmati pisang dan jajanan khas Desa Pagak lainnya, suanasa canda tawa semakin kental dan semakin akrab.

Baca Juga: Hari Pasaran Jawa, Weton atau Neptu, Ini Kata Suhu Padepokan Carang Seket

"Berkah yang tak terduga, bisa ngumpulaken balung pisah (menyatukan saudara/keluarga yang sudah lama terpisah)," tambah Soderi Sapan.

Sekilas mengenai Suriname

Sebagai tambahan informasi, dikutip banjarnegaraku.com dari laman ldkpi.kemenkeu.go.id, Suriname merupakan sebuah wilayah koloni Belanda pada tahun 1667 dan merupakan negara yang pertama kali dieksplorasi oleh orang Spanyol pada tahun 1449.

Suriname yang sebelumnya disebut sebagai Guyana Belanda mendapatkan kemerdekaannya pada 25 November 1975. Ibukota dari Suriname adalah Paramaribo.

Keturunan Jawa di Suriname kurang lebih sebanyak 15%, dengan bahasa di Suriname adalah bahasa Belanda, adapun agama di Suriname Kristen 48%, Muslim 8%, sisanya Hindu, Yudaisme, Konghucu.

Jauh sebelum Pemerintah Republik Indonesia mengirimkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri, Pemerintah Kerajaan Belanda sejak tahun 1890 s/d 1939 telah mengirimkan 32.956 orang tenaga kerja asal Pulau Jawa ke Suriname, sebagaimana dikutip dari laman p2k.stekom.ac.id.

Kedudukan Suriname dan Indonesia pada waktu itu, adalah sama-sama Negara Jajahan di bawah Pemerintah Kerajaan Belanda.

Adapun maksud dan tujuan pengiriman tenaga kerja itu adalah untuk menambah kekurangan tenaga kerja di beberapa perkebunan yang ada di Suriname.

Baca Juga: Amalan Agar dapat Memiliki Keturunan, Ini Penjelasan Den Juneng Suhu Padepokan Carang Seket

Kekurangan tenaga kerja itu sendiri adalah akibat dihapus dan dibebaskannya sistem perbudakan pada tanggal 1 Juli 1863. Dampaknya, banyak perkebunan tidak terurus, sehingga terlantar.

Orang Jawa dikirim ke Suriname

Sebagai negara penjajah, Belanda mengirimkan ribuan orang dari Indonesia keturunan Jawa ke Suriname.

Orang Indonesia yang dikirim itu kebanyakan dari Jawa Tengah, ada juga dari Jawa Timur dan Jawa Barat.

Pada 9 Agustus 1890 ada kelompok orang Jawa pertama yang dibawa ke Suriname, berjumlah 94 orang.

Empat tahun kemudian pada tahun 1894 kelompok kedua yang dibawa ke Suriname berjumlah 582 orang oleh kolonial Belanda.

Baca Juga: Legenda Desa Berta Susukan Banjarnegara, Dijelaskan Den Juneng Suhu Padepokan Carang Seket

Dari tahun 1890 hingga 1939 ada sekitar 32.956 orang Indonesia yang dikirim ke Suriname dengan 4 kali pengangkutan.

Kemudian terjadi gelombang repatriasi atau kembalinya warga negara dari negara asing menuju negara asalnya.

Banyak yang kembali ke Indonesia, namun banyak juga yang tetap bertahan di Suriname.

Keturunan Jawa yang bertahan tidak hanya menjadi buruh, namun juga pegawai dan pejabat, seperti anggota DPR dan menteri di Suriname.

Orang Indonesia keturunan Jawa yang bertahan untuk menetap di Suriname hingga memiliki keturunan disana.

Sehingga hal ini membuat bahasa Jawa terus berkembang dan menyebar luas di Suriname hingga sekarang.

Keturunan Jawa disana tidak banyak, hanya berkisar 15 persen dari total keseluruhan penduduknya.

Baca Juga: Editor Banjarnegaraku.com jadi Narasumber Kegiatan Bawaslu Banjarnegara, Sampaikan Hal Ini kepada Staf Teknis

Keturunan Jawa di Suriname sangat mahir berbahasa Inggris dan Belanda.

Di negara Suriname juga terdapat bahasa slank yang dikenal sebagai taki-taki, bahasa campuran antara Jawa, Inggris dan Belanda.

Taki-taki adalah istilah serapan dari talk-talk dalam bahasa Inggris.

Kebanyakan warga Suriname keturunan Jawa tidak mengetahui siapa sanak saudarannya di Indonesia.

Banyak dari mereka yang mencoba mencari keluarganya melalui media sosial.

Mencari keberadaan keluarga di Indonesia tidaklah mudah hal ini dikarenakan orang-orang Jawa yang dibawa ke Suriname nama aslinya diubah oleh Belanda.

Hal itu dilakukan oleh Belanda agar mereka yang dibawa ke Suriname tidak mempunyai keinginan untuk kembali ke Indonesia.***

Editor: Dimas D. Pradikta

Sumber: Liputan eksklusif

Tags

Terkini

Terpopuler