Banyak sopir truk, kata dia, alih profesi. Menjadi sopir taksi atau sopir grab misalnya.
"Mungkin pendapatannya tidak melebihi sopir truk, atau sama dengan sopir truk, atau sedikit lebih rendah dari sopir truk, tapi mereka memilih itu, karena setidaknya mereka tiap hari bersama keluarga. Istri dan anak-anaknya."
Makanya kejadian di pintu tol Bawen Semarang, ternyata sopir truk-nya hanya memiliki SIM A.
"Itu artinya menunjukkan bahwa Indonesia krisis sopir truk," ujarnya.
Djoko juga menyayangkan hingga saat ini Pemerintah Indonesia juga tidak menetapkan upah standar minimum bagi sopir truk.
"Padahal sopir truk itu ujung tombak angkutan logistik Indonesia. Tapi negara ini tidak pernah memikirkan kesejahteraan sopir truk. Saat Lebaran tiba, yang dapat sembako itu para driver ojol. Belum pernah pemerintah memberikan bantuan sembako Lebaran kepada para sopir truk."
Belum lagi istirahatnya di rest area rest area yang kondisinya ala kadarnya. Hingga saat ini pemeritah tidak punya yang namanya terminal angkutan barang. Yang ada adalah pangkalan-pangkalan truk yang menyelenggarakan itu adalah pihak swasta, atau masyarakat umum.
Pemerintah juga dianggap Djoko abai karena tidak penyediakan terminal angkutan barang. Pemerintah hanya punya dua terminal angkutan barang. Yakni di perbatasan PLTN Etikong dan PLTN Sekau. Yang sebenarnya tidak optimal fungsinya.
Baca Juga: Afifudin: Sangat Gembira! Ikuti Jambore Guru Spirit Dr Sulistyo di Banjarnegara Jadi Bahagia