Konservasi Keanekaragam Hayati untuk Selamatkan Habitat Kera Sempor, Berikut Penjelasan Selengkapnya

- 13 Agustus 2022, 22:45 WIB
Konservasi Keanekaragam Hayati untuk Selamatkan Habitat Kera Sempor
Konservasi Keanekaragam Hayati untuk Selamatkan Habitat Kera Sempor /Teguh/banjarnegaraku

BANJARNEGARAKU.COM - Biodiversary Conservation "Selamatkan Habitat Kera Sempor" Togther We Live in Harmony, merupakan seminar yang diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Gombong (Unimugo) Sabtu, 13 Agustus 2022.

Dalam rangka memperingati hari konservasi alam nasional dan sebagai bentuk kepedulian terhadap habitat kera Sempor.

Hal ini berdasarkan hasil survey kelokasi di Sempor oleh tim dari Unimugo dan wawancara dengan warga sekitar terkait keberadaan kera.

Baca Juga: Terungkap, Ferdy Sambo Sogok Satpam saat Brigadir J Dieksekusi! Tulis Surat Permintaan Maaf

Lembaga Lingkungan Hidup Penanggulangan Bencana (LLHPB) PDA Kebumen bekerjasama dengan LPPM Unimugo mengadakan diskusi "Biodiversary Conservatioan" Selamatkan Habitat Kera Sempor, Togther We Live in Harmony.

Seminar selamatkan habitat kera Sempor dilakukan secara luring dan daring yang menghadirkan tiga narasumber yang diselenggarkan oleh Unimugo.

Narasumber tersesebut diantaranya Taufik Haryanto, S.Hut, M.AP dari Wageningen University and Research Netherland, Darmanto, S.P, S.AP Kepala BKSDA Jawa Tengah, Arif Setiawan dari NGO Swara Owa dan CO Vice Chair Iuncn Primatesspeciallist Grup.

Taufik Haryanto, S.Hut, M.AP dari Wageningen University and Research Netherland menyampaikan pemaparannya materinya secara daring tentang tiga kompleksitas konservasi meliputi kelembagaan, personal atau sosial, dan Ekologi.

Baca Juga: Blak-blakan Soal Insiden di Rumah Dinasnya, Ferdy Sambo Tulis Surat Permintaan Maaf, Akan Kooperatif

Konservasi keanekaragam hayati selamatkan habitat kera Sempor merupakan upaya perlindungan untuk tetap seimbangnya kehidupan alam dan hewan ditempat tersebut.

"Masyarakat bisa melakukan swadaya secara mandiri dengan berbagai stake holder dan seiring berjalan, sambil menunggu pihak terkait serta pemerintah dalam penangannya," ungkap Taufik Hidayat.

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) adalah monyet (bukan kera) asli Asia Tenggara namun sekarang tersebar diberbagai tempat di Asia.

Monyet ini sangat adaptif dan termasuk hewan liar yang mampu mengikuti perkembangan peradaban manusia.

Monyet ekor panjang hidup berkelompok, jumlahnya mencapai 10 sampai 20 ekor di hutan bakau, 20 sampai 30 di hutan primer, 30 sampai 50 di hutan sekunder dengan komposisi komplit ada induk jantan dan betina beserta anaknya.

Baca Juga: PKB dan Gerindra Resmi Berkoalisi, Capres dan Cawapres? Berikut 5 Poin Penting Piagam Kerjasama Selengkapnya..

Besar kecilnya kelompok ditentukan oleh ada tidaknya pemangsa dan sumber pakan di alam. Pergerakan dilakukan untuk mendapatkan pakan didalam melangsungkan hidupnya.

Luas daerah jelajah 50 hingga 100 hektar untuk satu kelompok. Luas daerah jelajah sangat erat hubungannya dengan sumber pakan.

Dalam mencari makan monyet ekor panjang selalu merubah daerah jelajahnya, tergantung pada ketersediaan makanan.

Makanan berupa daun, buah, biji, dan bunga. Selain itu juga makan serangga, telur anak burung, kepiting, udang dan kerang.

Baca Juga: Laporan Soal Pelecehan Seksual Istri Ferdy Sambo Dihentikan! Saksi Sebut Brigadir J..

Bila daya dukung pakan dan habitatnya sudah buruk maka dia akan melakukan ekspansi ke luar habitatnya yaitu berupa lahan pertanian dan oleh petani disebut sebagai hama.

"Konflik manusia dan satwa liar dipengaruhi oleh degradasi lahan, deforestasi, lack of feed, musim kemarau, dan tingkat reproduksi," ungkap Darmanto.

"Sehingga adanya fenomena tersebut akan menyebabkan terjadi migrasi kelompok, perubahan perilaku, dan terbentuk kelompok baru," tambahnya.

Baca Juga: Pengacara Baru Bharada E Kini Ditunjuk Orangtuanya, Siapa? Simak Selengkapnya

Dampak tersebut meliputi ancaman panen pertanian, kerusakan tanaman budi daya, gangguan pada pemukiman, gangguan pada manusia, gangguan pada sumber mata air.

Berdasarkan data dari BKSDA Jawa Tengah dari tahun 2016 sampai 2022 terdapat total ada 20 kasus, yang terjadi paling banyak pada tahun 2017 sebanyak 6 kasus di Boyolali, Magelang, dan Kabupaten Semarang sebanyak 440 ekor.

Adanya konflik tersebut bisa dilakukan penanganan konflik dan kelembagaannya dengan melakukan pencegahan dan mitigasi konflik.

Baca Juga: Ribuan Seniman Desa Kepung Simpang Lima, Peringati HUT ke-72 Provinsi Jawa Tengah

Pencegahan konflik dengan serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan atau mengurangi ancaman konflik satwa liar dan manusia.

Mitigasi dengan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko konflik, baik melalui fisik maupaun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman konflik satwa liar dan manusia.

Semoga dengan adanya program konservasi keanekaragam hayati untuk selamatkan habitat kera Sempor bisa terjalin kerjasama dari berbagai pihak untuk kelestariannya.***

Editor: Dimas D. Pradikta


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x