Mudik Lebaran Idul Fitri, Adab dan Ketentuan Syariatnya, Begini Selengkapnya

2 Mei 2022, 04:11 WIB
Mudik Lebaran Idul Fitri, Adab dan Ketentuan Syariatnya, Begini Selengkapnya /Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO

BANJARNEGARAKU - Prediksi Kementerian Perhubungan memperkirakan jumlah pemudik tahun ini, Idul Fitri 2022, diperkirakan mencapai 85.5 juta orang. Ada sekitar 14.3 juta di antara pemudik 2022 berasal dari Jabodetabek.

Bagi masyarakat Indonesia, mudik telah menjadi fenomena sosial yang rutin dilakukan oleh para perantau untuk kembali ke kampung halamannya.

Kegiatan mudik biasanya dilakukan menjelang hari raya Idul Fitri atau Idul Adha.

Baca Juga: Seberapa Jawa Kowe! Arti Kata Angot Lengkap dengan Contoh Kalimat

Meski istilah mudik mulai populer sejak 1970-an, tetapi akar sejarahnya sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit.

Kegiatan mudik dilakukan oleh para Petani Jawa, untuk kembali ke kampung halamannya atau daerah asalnya untuk membersihkan makam leluhurnya.

Dalam artikel kali ini membahas Mudik Lebaran Idul Fitri, Adab dan Ketentuan Syariatnya sebagaimana disampaikan oleh KH Abdul Muiz Ali Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MU, dilansir banjarnegaraku.com dari laman mui.or.id

Baca Juga: Sambut Lebaran, Owabong Hadirkan Wahana Baru 'Goles' Bagi Wisatawan

Bentuk cinta Tanah Air Mencintai Tanah Air atau tempat kelahiran bisa disebut sebagai fitrah dan karakteristik manusia.

Seseorang pasti akan ingat kampung halaman. Terlebih saat momentum lebaran seperti Hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha.

Dikisahkan, karena cintanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam terhadap kota Makkah, sebagaimana manusia pada umumnya, Rasulullah merasakan sedih meninggalkan kota Makkah.

Baca Juga: Viral! Truk Terguling, Jalanan Dipenuhi Kentang

Seandainya bukan perintah hijrah, tentu Rasulullah SAW tidak meninggalkan kota Makkah.

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sangat mencintai tanah kelahirannya, yaitu Makkah.

Ekspresi cinta Rasulullah shalallahu alaihi wasallam terhadap tanah kelahirannya, terlihat dari riwayat Ibnu Abbas dalam hadis riwayat al-Tirmidzi.

Ia menjelaskan betapa cinta dan bangganya Rasullullah shalallahu alaihi wasallam pada tanah kelahirannya.

Baca Juga: Idul Fitri 1443 Hijriah, Berikut Pesan Plh Bupati Banjarnegara Syamsudin

Rasa cinta tersebut terlihat dari ungkapan kerinduan Nabi Muhammad terhadap Makkah. Beliau mengatakan:

وَاَللَّهِ إنَّكِ لَخَيْرُ أَرْضِ اللَّهِ، وَأَحَبُّ أَرْضِ اللَّهِ إلَى اللَّهِ، وَلَوْلَا أَنِّي أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ

“Alangkah indahnya dirimu (Makkah). Engkaulah yang paling kucintai. Seandainya saja dulu penduduk Mekah tidak mengusirku, pasti aku masih tinggal di sini.” (HR al-Tirmidzi).

Orang yang mudik berarti ia dalam perjalanan atau bepergian ketempat yang sudah ditentukan.

Baca Juga: Manfaat Gerakan Mengayun, Latihan Soal PAS UAS PJOK SD Kelas 2 Semester 2 Beserta Kunci Jawaban

Dalam istilah fikih, orang yang bepergian atau dalam perjalanan disebut musafir. Bagi musafir boleh mengerjakan sholat dengan cara diringkas (qashar sholat), menggabung dua sholat fardhu dalam satu waktu (jama’ sholat) dan juga boleh tidak berpuasa.

Perjalanan mudik yang dilakukan pada saat menjelang Idul Fitri hendaknya dapat memperhatikan anjuran dan ketentuan sebagai berikut :

Pertama, Sholat pada saat hendak mudik.

Ketika sudah memulai melakukan perjalanan hendaknya kita memohon kepada Allah SWT agar selamat sampai tujuan.

Baca Juga: Viral! Tempemu Tak Sehangat Tempeku, Referensi Kuliner Lebaran ‘Mendoan Amba’ Suci Sotang

Berikut ini doa yang selalu dibaca Rasulullah shalallahu alaihi wasallam setiap bepergian :


اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِى السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِى الأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِى الْمَالِ وَالأَهْلِ“

Ya Allah, Engkau adalah teman dalam perjalanan dan pengganti dalam keluarga. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesulitan perjalanan, kesedihan tempat kembali, doa orang yang teraniaya, dan dari pandangan yang menyedihkan dalam keluarga dan harta.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Kedua, Boleh meringkas sholat.

Perjalanan yang sudah mencapai kurang lebih 89 km (88,704 km) maka seseorang diperbolehkan meringkas sholatnya atau menggabung dua sholat dalam satu waktu.

Baca Juga: Dua Jenis Keseimbangan, Latihan Soal PAS UAS PJOK SD Kelas 2 Semester 2 Beserta Kunci Jawaban dan Pembahasan

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ “

Ketika kalian bepergian di bumi, maka bagi kalian tidak ada dosa untuk meringkas sholat.” (QS An Nisa ayat 101) Praktik meringkas sholat (qashar shalat) hanya berlaku untuk sholat bilangan empat rakaat seperti Ashar dan Isya yang kemudian diringkas menjadi dua rakaat.

Sedangkan praktik menggabungkan dua sholat (jama’ shalat) dalam satu waktu hanya bisa dilakukan untuk sholat Dzuhur digabung dengan Ashar, Maghrib digabung dengan Isya’. Untuk sholat Subuh tidak bisa digabung apalagi diringkas.

Baca Juga: PMI Jamin Stock Darah di Banjarnegara Aman Selama Lebaran, Berikut Selengkapnya

جَمَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ سَفَرٍ وَلا خَوْفٍ، قَالَ: قُلْتُ يَا أَبَا الْعَبَّاسِ: وَلِمَ فَعَلَ ذَلِكَ؟ قَالَ: أَرَادَ أَنْ لاَ يُحْرِجَ أَحَدًا مِنْ أُمَّتِهِ. “

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjamak antara sholat Dzuhur dan Ashar di Madinah bukan karena bepergian juga bukan karena takut. Saya bertanya: Wahai Abu Abbas, mengapa bisa demikian? Dia menjawab: Dia (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) tidak menghendaki kesulitan bagi umatnya.” (HR Ahmad).

Baca Juga: Kumpulan Contoh Soal Uraian PAS UAS UKK PJOK kelas 2 SD MI, Aktivitas Senam Lantai Beserta Kunci Jawaban

Ketiga, Boleh tidak puasa

Seseorang yang melakukan perjalanan dengan ketentuan jarak tempuh sebagaimana boleh menggabung (jama’) atau meringkas (qashar) sholat, ia juga diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Puasa yang ditinggalkan karena bepergian wajib diganti setelah bulan Ramadhan.

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ “

…Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain…” (QS Al Baqarah ayat 185) Dalam kitab fikih ulama banyak menjelaskan ketentuan perihal boleh atau tidaknya bagi seseorang yang sedang bepergian untuk tidak puasa.

Baca Juga: Takbir Keliling Ditiadakan di Banjarnegara, Berikut Alasannya

Misalnya antara lain disebutkan sebagai berikut :


:( وَ ) يُبَاحُ تَرْكُهُ ( لِلْمُسَافِرِ سَفَرًا طَوِيلا مُبَاحًا ) فَإِنْ تَضَرَّرَ بِهِ فَالْفِطْرُ أَفْضَلُ وَإِلا فَالصَّوْمُ أَفْضَلُ كَمَا تَقَدَّمَ فِي بَابِ صَلاةِ الْمُسَافِرِ . ( وَلَوْ أَصْبَحَ ) الْمُقِيمُ ( صَائِمًا فَمَرِضَ أَفْطَرَ ) لِوُجُودِ الْمُبِيحِ لِلإِفْطَارِ . ( وَإِنْ سَافَرَ فَلا ) يُفْطِرُ تَغْلِيبًا لِحُكْمِ الْحَضَرِ وَقِيلَ يُفْطِرُ تَغْلِيبًا لِحُكْمِ السَّفَرِ . “

Dan dibolehkan meninggalkan berpuasa bagi seorang musafir dengan perjalan yang jauh dan diperbolehkan (mubah).

Bila dengan berpuasa seorang musafir mengalami mudarat maka berbuka lebih utama, bila tidak maka berpuasa lebih utama sebagaimana telah lewat penjelasannya pada bab shalatnya musafir.

Baca Juga: KUNCI JAWABAN Shopee Tebak Kata Level 51 dengan Huruf Dasar ABIGN, Bisa Menjadi Kata Apa Saja..

Bila pada pagi hari seorang yang bermukim berpuasa kemudian ia sakit maka ia diperbolehkan berbuka karena adanya alasan yang membolehkannya berbuka.

Namun bila orang yang mukim itu melakukan perjalanan maka ia tidak dibolehkan berbuka dengan memenangkan hukum bagi orang yang tidak bepergian.

Dikatakan juga ia boleh berbuka dengan memenangkan hukum bagi orang yang bepergian” (Jalaludin Al-Mahali, Kanzu ar-Raghibin Syarh Minhaj at-Thalibin juz 2, hal. 161).

Baca Juga: Contoh Kumpulan Soal Pilihan Ganda PAS UAS UKK PJOK kelas 2 SD MI, Gerak Berirama Beserta Kunci Jawaban

Sementara itu, dalam kitab Mughn al-Muhtaj juga dijelaskan sebagai berikut:

وَلَوْ نَوَى وَسَافَرَ لَيْلًا، فَإِنْ جَاوَزَ قَبْلَ الْفَجْرِ مَا اُعْتُبِرَ مُجَاوَزَتُهُ فِي صَلَاةِ الْمُسَافِرِ أَفْطَرَ، وَإِلَّا فَلَا

“Bila seseorang berniat puasa dan melakukan perjalanan pada malam hari, bila sebelum terbitnya fajar ia telah melewati batasan yang ditetapkan dalam bab shalatnya musafir maka ia boleh berbuka, bila tidak maka tidak boleh berbuka.” (Muhammad Khatib As-Syarbini, Mughn al-Muhtaj, juz 1, hal. 589).

Baca Juga: Inilah KUNCI JAWABAN Shopee Tebak Kata Level 52 dengan Huruf Dasar ATSUZ, Bisa Menjadi 6 Kata

Memilih waktu yang tepat untuk mudik dan menyiapkan bekal selama dalam perjalanan itu penting.

Selain hal diatas tentu tidak kalah pentingnya adalah membekali kita dengan ilmu pengetahuan tentang tata cara ibadah dalam selama dalam perjalanan.

Demikian artikel Mudik Lebaran Idul Fitri, Adab dan Ketentuan Syariatnya. Semoga menambah ilmu saat menjalankan tradisi mudik, dan berharap agar bernilai pahala.***

Editor: Dimas D. Pradikta

Sumber: mui.or.id

Tags

Terkini

Terpopuler