Hampir Tiap Hari Terjadi Kecelakaan Truk ODOL, Ini Kata Pakar Transportasi Djoko Setijowarno

3 Oktober 2023, 16:45 WIB
Djoko Setijowarno/MTI /Wahyu Fajar/banjarnegaraku.com/

BANJARNEGARAKU.COM - Djoko Setijowarno menjelaskan penyebab terjadinya kecelakaan truk di wilayah Indonesia. Truk lebih sering beroperasi dengan kondisi truk Over Dimension Over Load atau over dimension over loading (ODOL). Itulah yang menjadi salah satu penyebab sering terjadinya kecelakaan.

 

Djoko Setijowarno selaku pakar transportasi juga menyampaikan,"hampir setiap hari terjadi kecelakaan truk di jalan raya karena over Load." ujarnya.

Baca Juga: PT Jasamarga Transjawa Tol Lakukan Pemeliharaan Rutin di Ruas Jalan Tol Palimanan-Kanci, Guna Kenyamanan...

Pada dasarnya, sebagai bahan pertimbangan, salah satu dampak dari over dimension over load atau over dimension over loading (ODOL), dinilai sangat merugikan pemerintah dan masyarakat. Hal ini Tampak dari kerusakan jalan yang terjadi di Indonesia.

 

Dalam Faktanya, kerusakan jalan akibat ODOL jadi memicu peningkatan anggaran untuk pemeliharaan jalan nasional, jalan tol, dan jalan provinsi dengan biaya yang tidak sedikit, dengan rata-rata Rp43,45 triliun per tahun.

 

Menurut Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) tersebut, sebanyak 80 persen truk tidak punya surat bukti kir.

 

"Padahal surat bukti kir untuk mobil angkutan barang dan penumpang adalah wajib selain STNK dan BPKB saat kendaraan (minibus, bus, dan truk) di jalan raya. Kita tahu, kir adalah kegiatan uji kelayakan kendaraan secara teknik terutama untuk kendaraan yang membawa barang atau penumpang," jelasnya.

Baca Juga: Operasi ODOL Digelar Oleh Tim Gabungan di Jalan Tol Semarang, Simak! Seperti Apa Hasilnya

Saat ini, lanjut akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Semarang, ada penyebab utama mengapa 80 persen truk yang lalu lalang di jalan raya di Indonesia itu tidak punya kir.

 

Bagi pengusaha truk, punya kir atau tidak itu tidak ada bedanya. Meskipun sebenarnya biaya kir itu murah, tidak mahal, sangat terjangkau. Namun mengapa dalam praktiknya berbanding terbalik, biaya kir murah tapi kok banyak truk tidak diuji kir?"

 

Djoko Setijowarno menyatakan, sejumlah Dinas Perhubungan di daerah memberikan tarif kir tidak sesuai ketentuan. Artinya, petugas mencari-cari kesalahan-kesalahan, sehingga pengusaha angkutan barang terutama truk harus membayar mahal puluhan kali lipat dari pada mestinya.

 

Kondisi demikian tentu saja oleh pengusaha dianggap mengganggu. Maka sebagian besar pengusaha angkutan (pemilik truk) tidak mau melakukan uji kir. Terlebih tarif kir di daerah juga tidak seragam. Ditambah lagi tunjangan fungsional petugas kir itu terlalu kecil.

 

"Tunjangan petugas uji kir sesuai Permenkeu Tahun 2006 sekitar Rp200.000/bulan. Ya tentu saja uang segitu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tunjangan fungsional 20 tahun tidak pernah naik. Padahal setiap 2 tahun, tarif tol naik. Para petugas pelaksana uji kir itu tidak ada yang memperhatikan nasib dan kesejahteraanya," tegasnya.

 

Padahal, lanjut Djoko Setijowarno, menurut aturan, pada tahun 2024, tarif uji kir itu gratis, tidak ditarik biaya. Namun dengan aturan baru di tahun 2024 itu, beberapa daerah minta Organda untuk memberikan kesejahteraan kepada para petugas uji kir.

 

"Tentu saja oleh pengusaha yang tergabung dalam Organda, permintaan pemerintah daerah tentu membebani. Ini nggak benar."

 

Beking Aparat Penegak Hukum

Djoko Setijowarno menambahkan, hasil pemantauan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyebutkan bahwa saat ini, 50 persen lebih angkutan barang (logistik), hasil pemantauan MTI, dibekingi aparat penegak hukum.

Baca Juga: 141 Kendaraan di Jalan Tol Semarang - Solo Berhasil Terjaring dalam Operasi ODOL, Berikut Selengkapnya...

"Beking aparat itu mulai dari yang berpangkat rendah hingga berpangkat tertinggi. Salah satu dampaknya adalah banyaknya truk ODOL berpoperasi di jalan raya di Indonesia. Keberadaan truk ODOL itu sebagai salah satu konsekuensi para pengusaha angkutan untuk membayar beking aparat penegak hukum. Dampak ikutannya, atau penyertanya adalah banyaknya kecelakaan yang dialami truk ODOL. Karena kendaraan dipaksa memuat di luar kapasitas muatan," tandasnya.

 

Djoko Setijowarno sangat mendukung operasi truk ODOL di jalan tol Semarang-Solo yang dilakukan aparat gabungan baru-baru ini. Hal itu tidak hanya menyelamatkan kondisi jalan raya yang mudah rusak karena beban yang besar pada truk-truk ODOL tidak sesuai kemampuan sumbu roda masing-masing truk, juga cukup bagus untuk menolong pengemudi truk yang sering dijadikan tersangka bila terjadi kecelakaan angkutan barang.

 

"Permasalahan truk ODOL itu cukup rumit dan ruwet. Artinya penyelesaiannya tidak hanya dilakukan dengan cara operasi atau sidak, namun dalam skala besar banyak hal yang harus dibereskan," tegas pakar transportasi Indonesia yang tinggal di Semarang itu.

 

Menurut Djoko Setijowarno, ada sekitar 10 kementerian lembaga yang terlibat dalam penyelengaraan angkutan barang. Selain Kementerian Perhubungan, PUPR, kepolisian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Bappenas, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri.

 

"Keterlibatan sekitar 10 kementerian dan lembaga terhadap penyelenggaraan angkutan barang itu merupakan tambahan biaya yang harud dikeluarkan para pengusaha angkutan. Ujung-ujungnya para pengusaha angkutan harus mengurangi atau mengabaikan keselamatan angkutan itu sendiri. Perawatan angkutan barang menjadi kurang dll. Termasuk tidak diujikan kir."

 

Termasuk juga mengurangi gaji sopir truk. Rerata gaji truk Indonesia hanya Rp100.000/hari. Padahal sehari-hari mereka berada di jalan raya mempertaruhkan nyawa, dan jauh dari keluarga (jarang pulang).

"Saat ini susah mencari sopir truk yang benar-benar profesional (memiliki SIM B2 Umum)."

Banyak sopir truk, kata dia, alih profesi. Menjadi sopir taksi atau sopir grab misalnya.

"Mungkin pendapatannya tidak melebihi sopir truk, atau sama dengan sopir truk, atau sedikit lebih rendah dari sopir truk, tapi mereka memilih itu, karena setidaknya mereka tiap hari bersama keluarga. Istri dan anak-anaknya."

 

Makanya kejadian di pintu tol Bawen Semarang, ternyata sopir truk-nya hanya memiliki SIM A.

"Itu artinya menunjukkan bahwa Indonesia krisis sopir truk," ujarnya.

Djoko juga menyayangkan hingga saat ini Pemerintah Indonesia juga tidak menetapkan upah standar minimum bagi sopir truk.

"Padahal sopir truk itu ujung tombak angkutan logistik Indonesia. Tapi negara ini tidak pernah memikirkan kesejahteraan sopir truk. Saat Lebaran tiba, yang dapat sembako itu para driver ojol. Belum pernah pemerintah memberikan bantuan sembako Lebaran kepada para sopir truk."

 

Belum lagi istirahatnya di rest area rest area yang kondisinya ala kadarnya. Hingga saat ini pemeritah tidak punya yang namanya terminal angkutan barang. Yang ada adalah pangkalan-pangkalan truk yang menyelenggarakan itu adalah pihak swasta, atau masyarakat umum.

 

Pemerintah juga dianggap Djoko abai karena tidak penyediakan terminal angkutan barang. Pemerintah hanya punya dua terminal angkutan barang. Yakni di perbatasan PLTN Etikong dan PLTN Sekau. Yang sebenarnya tidak optimal fungsinya.

 

"Belum lagi pungli yang masih berjalan, keberadaan para preman di jalan dan itu membebani sopir truk. Beberapa kali pemerintah mau menertibkan truk ODOL, tapi selalu ditolak oleh asosiasi pengusaha Indonesia (APINDO), dengan alasan antara lain inflasi. Padahal dampaknya, setiap hari terjadi kecelakaann truk," katanya.

 

Kejadian di Bawen Kabupaten Semarang itu heboh karena ada CCTV yang merekam. Sehingga saat dishare di medsos, menjadi heboh atau viral. Padahal banyak kejadian serupa di tempat lain. Hanya karena tidak terekam CCTV maka tidak viral atau tidak seheboh kejadian di depan exit Tol Bawen, Kabupaten Semarang.

 

"Sekarang ini Indonesia sedang dalam kondisi darurat untuk angkutan barang
Banyak hal yang harus dibenahi dengan carut-marutnya penyelenggaran angkutan barang di Indonesia," tandasnya.

 

Logistic Performance Index (LPI) Indonesia tidak pernah naik, cenderung menurun. Banyak hal di sektor logistik ini yang tidak pernah dibahas secara riil. kasus kecelakaan di Bawen itu menunjukkan abhawa sekarang ini sulit mendapatlan pengemudi truk yang profesional.

 

"Hampir 100 persen sopir truk adalah alumni kenek yang tidak memiliki skill yang cukup baik untuk mengemudikan truk angkutan barang.***

Editor: Ali A

Sumber: Djoko Setijowarno

Tags

Terkini

Terpopuler