Gus Baha: Jadikan Puasa Ramadhan Sebagai Ajang Refleksi Diri dan Menghorati Makanan

- 29 Maret 2023, 03:35 WIB
Lontarkan Pertanyaan tentang Mengejar Matahari saat Puasa, Gus Baha: Masih Menjadi Pertanyaan Besar
Lontarkan Pertanyaan tentang Mengejar Matahari saat Puasa, Gus Baha: Masih Menjadi Pertanyaan Besar /Berita Bantul/

BANJARNEGARAKU.COM - Bulan Suci Ramadhan, merupakan bulan yang sangat istimewa. Ada banyak keistimewaan yang tentunya berbeda dengan bulan – baulan lain yang menambah keistimewaan bulan ini.

Selama bulan Ramadan, seseorang akan belajar tentang banyaknya kesabaran, empati, pengendalian diri, berbagi kebaikan, dan banyak hal lain yang tentunya mengandung nilai positif.

Selain itu, Bulan Suci Ramadhan juga memiliki banyak sekali hikmah yang bisa didapat dari salah satu kewajiban ibadah pada saat bulan Ramadhan, yaitu puasa. Adapun beberapa hikmah puasa Ramadhan ini baik bagi perilaku, sifat, hingga kesehatan tubuh dan mental.

Baca Juga: Yuk Dicoba! DegDeganAja, Minum Kelapa Muda dengan Aneka Varian Rasa Buah Segar dan Kemasan yang Kekinian

Namun, sekuat apapun komitmen ibadah yang hendak kita tunaikan, kala kesehatan tidak dalam kondisi fit, semua itu hanya menjadi mimpi-mimpi belaka yang tak kunjung terwujud.

Persiapan batin. Yaitu membersihkan hati dan alam pikiran dari cabang-cabang penyakit hati, baik iri hari, dengki, dendam, sombong, suka pamer, gila pujian, dan sebagainya.

Dalam sebuah kajian yang diunggah kanal Youtube, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang lebih dikenal dengan nama panggilan Gus Baha menjelaskan tentang menjadikan Bulan Ramadhan sebagai refleksi diri dan utnuk menghormati makanan.

Baca Juga: Pramuka Banjarnegara Ngabuburit Sambil Mengajar Ngaji di TPQ, Ternyata Ini yang Diharapkan

“Di antara ijazah dari Mbah Maimoen Zubair juga ijazah bapak, mengatakan 'Ihdinas shiratal mustaqim. Shirātal ladzīna an‘amta ‘alaihim ghairil maghdhūbi alaihim wa lad dhāllīn.' Jadi, kita tidak bisa shaleh tanpa meniru orang terdahulu. Kita tidak bisa baik tanpa meniru orang terdahulu,” ungkap Gus Baha

Karena dalam ayat tersebut, Allah tidak hanya berfirman ihdinasirotol mustaqim atau “Tunjukan kami jalan yang lurus” semata. Tetapi, Allah juga berfirman bahwa jalan yang benar yakni jalan mereka yang telah Allah beri nikmat.

“Jadi, Allah menghendaki ini, ada masternya,” ujarnya.   Dalam tradisi pesantren, Gus Baha menjelaskan bahwa untuk mendalami literatur ulama terdahulu ada tradisi yang namanya pasaran. Di mana, seluruh civitas pesantren akan mengaji kitab dengan intesitas lebih banyak dibanding bulan-bulan selain Ramadhan.

Baca Juga: Jalur Utama Banjarnegara Diperbaiki, Masyarakat Dihimbau Hati Hati

“Kalau tradisi di kami, di pesantren, misalnya satu kiai ngajar 2-3 kitab setelah shalat fardu. Bisanya kalau Ramadhan ini full. Karena ini untuk melengkapi orang Indonesia dapat berkahnya Ramadhan, kalau kita belajar kitab atau membacakan kitab ke masyarakat supaya tau caranya niatnya orang dulu ketika puasa atau cara pandang orang dulu tentang puasa,” jabarnya.

Dengan begitu, diharapkan seseorang dapat membekali dirinya dengan pemahaman yang lebih jernih dalam memandang Bulan Suci Ramadhan.

Baca Juga: Apakah Puasanya Sah? Bila Mandi Junub Setelah Subuh, Berikut Penjelasannya...

“Cara pandang Ramadhan secara benar, paling tidak, kita merasa lapar. Betapa sakitnya orang miskin yang lapar, terus menghormati makan karena begitu nikmat. Ketika puasa melihat makanan yang kita sepelekan pada saat tidak puasa, ketika Ramadhan spesial semua. Bahkan air pun spesial, gedang (pisang) goreng spesial,” paparnya.

“Di sini ada syukur yang luar biasa. Itu kalau tidak baca literatur ulama terdahulu, kita tidak akan tahu,” pungkasnya.***

 

 

Editor: Ali A

Sumber: YouTube


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x