Lakon Wayang Petruk Dadi Ratu: Bentuk Kritik kepada Penguasa yang Gila Hormat, Kedudukan, Jabatan, dan Harta

- 19 Maret 2024, 05:00 WIB
Petruk salah satu tokoh Punakawan yang dijuluki Kantong Bolong karena sifat dermawannya.
Petruk salah satu tokoh Punakawan yang dijuluki Kantong Bolong karena sifat dermawannya. /Thumbnail YouTube ADEKA MULTIMEDIA

Naskah ini menceritakan tokoh Petruk, seorang rakyat jelata atau pidak pendarakan yang menjadi punakawan atau abdi pelayan yang tiba-tiba menjadi raja di sebuah negara bernama Negara Mulwarengka.

Ketika menjadi raja, ia bergelar Prabu Belgedhuwel Beh. Nama gelar tersebut adalah akronim dari sugih Blegedhu Rakyate Dhedel Dhuwel Kabeh (raja yang kaya raya tapi rakyatnya compang camping atau sengsara dan miskin papa)

Pada mulanya Petruk adalah seorang punakawan, abdi yang suka memberi nasihat, suka berunjuk rasa, suka protes, suka berdebat, suka mengkritik dengan argumentasi muluk-muluk, dan suka menggerakan massa.

Namun, saat ia diberi kekuasaan ternyata hanya memikirkan dirinya sendiri, mementingkan kepentingan pribadinya sendiri dengan menumpuk kekayaan, dan melakukan korupsi besar-besaran.

Sedangkan rakyatnya dibiarkan keleleran, kelaparan, dalam perangkap kemiskinan. Terjadilah kesenjangan sosial yang terbentang lebar antara pejabat dan rakyat. Raja dan pejabat negara yang korup hidup bergelimangan harta sedangkan rakyatnya miskin papa dan sengsara.

Sama dengan Ranggawarsita, melalui karyanya Petruk dadi Ratu, Tjan Tjoe Han menunujukkan sebuah fenomena sosial yang sampai sekarang boleh jadi tetap hadir di sekeliling kita.

Dari naskah itu pula dapat kita lihat sebuah trik politik yang mengatasnamakan rakyat sehingga dapat meraih kekuasaan namun justru melupakan rakyatnya.

Penggambaran ini merupakan potret yang nyata dalam jagat perpolitikan kita. Lihat saja, para penguasa, baik itu birokrasi maupun legislatif, saat mengampayekan dirinya acap kali mengatasnamakan rakyat bahkan menjadikan rakyat sebagai isu sentral politiknya.

Namun saat telah berhasil merebut dan menggenggam kekuasaan ia segera melupakan rakyat, bahkan menggerogoti rakyatnya dengan rakus.

Cerita wayang Petruk Dadi Ratu atau Petruk Jadi Raja sesungguhnya sebuah kritik terhadap perilaku dan mentalitas para pemimpin yang lupa diri akan asal muasal diri dan kewajibannya sebagai pemimpin.

Halaman:

Editor: Ali A

Sumber: Tjahjono Widarmanto Sukadi, 2006


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah