Sulianti Saroso Dokter Inspiratif, Inilah Profil dan Dedikasinya di Dunia Kesehatan...

10 Mei 2023, 10:40 WIB
Google Doddle hari ini. Sulianti Saroso Dokter Inspiratif, Inilah Profil dan Dedikasinya di Dunia Kesehatan... /Google dan Dokumen Keluarga/

BANJARNEGARAKU.COM - Prof Dr Sulianti Saroso merayakan 106 tahun dan sebagai sosok dibalik Google Doodle hari ini. Lalu siapakah sebenarnya sosok Sulianti Saroso? Berikut informasi selengkapnya.

Sudah tidak asing lagi tentunya, apabila Google Doodle mengapresiasi para tokoh, ilmuwan ataupun peristiwa yang penting. Dan pada hari ini, Google Doodle merayakan hari lahir Prof. Dr. Sulianti Saroro.

Baca Juga: Pemkab Banjarnegara Gandeng Baznas Turunkan Angka Kemiskinan Ekstrem, Ini yang Dilakukan

Nama dokter Sulianti Saroso pasti sudah tidak asing lagi bagi kebanyakan orang, karena namanya disematkan pada rumah sakit pusat infeksi (RSPI), yang berada di Kawasan Sunter, Jakarta Utara.

Dilansir Banjarnegaraku.com dari portalpekalongan.com pada 10 Mei 2023, Sulianti Saroso Dokter Inspiratif Dibalik Google Doodle Hari Ini, Inilah Dedikasinya di Dunia Kesehatan.

Sepanjang sejarah dunia kesehatan Indonesia, kiprah Sulianti tidak hanya bergokus pada pencegahan serta pengendalian penyakit menular saja. Akan tetapi juga mengambil peran penting perihal Keluarga Berencana (KB). Dokter Sulianti tidak pernah menyuntik orang lain karena tidak pernah tertarik untuk menjadi dokter praktek.

"Ibu itu hampir-hampir tak pernah menyuntik orang dan menulis resep," kata Dita Saroso, putri dari Sulianti dikutip Portalpekalongan.com dari Indonesia.go.id pada Rabu, 10 Mei 2023.

Baca Juga: Lesti Kejora: Gak Nyangka! Tampil untuk Pertama Kalinya Sabet 3 Penghargaan Musik Sekaligus...

Dokter Sulianti memiliki ide untuk mengawal agar mengembangkan RS Karantina Tanjunh Priok menjadi RS Pusat Infeksi dengan teknologi terbaru, piranti mutakhir, dengan SDM yang mumpuni. Namun, ia wafat pada tahun 1991, yakni bertepatan dengan akan dibangunnya RSPI. Dengan tujuan agar RS tersebut dapat menjadi rujukan sekaligus pendidikan serta pelatihan.

Sehingga tidak heran apabila nama Prof Dr Sulianti Saroso disematkan sebagai nama rumah sakit tersebut pada saat peresmian pada tahun 1995.

Profil Sulianti Saroso

Sulianti Saroso lahir pada tanggal 10 Mei 1917, di Karangasem, Bali. Ia merupakan anak dari Dokter M. Sulaiman. Sulianti menempuh pendidikan dasar berbahasa Belanda ELS (Europeesche Lagere School). Kemudian ia melanjutkan pendidikan menengahnya di Dymnasium Bandung yang merupakan sekolah elite dengan mayoritas siswanya berkulit putih.

Baca Juga: Prof Dr Sulianti Saroso Ada di Google Doodle Hari Ini, dan Kiprahnya pada Kesehatan Ibu dan Anak

Pada tahun 1942, Sulianti lulus sebagai dokter dari Geneeskundige Hoge School (GHS), atau Sekolah Kedokteran STOVIA di Batavia. Saat masa kekuasaan Jepang hingga awal kemerdekaan, ia bekerja sebagai dokter di RS Umum Pusat di Jakarta atau RS Cipto Mangunkusumo.

Saat ibu kota negara pindah ke Yogyakarta, Sulianti pindah tugas menjadi dokter republiken serta bekerja di RS Bethesda Yogyakarta. Di sini, ia dan teman-temannya menjadi dokter perjuangan yang mengirim obat-obatan ke kantung-kantung gerilyawan publik. Mereka juga terlibat dalam berbagai organisasi perempuan, seperti Wanita Pembantu Perjuangan, Organisasi Putera Puteri Indonesia, dan organisasi resmi KOWANI.

Baca Juga: Guru TPQ harus Bisa Membangun Kemandirian, Banyak Cara Menuju Itu

Perjalanan bersejarah Sulianti Saroso

Pada tahun 1947, Sulianti menjadi salah satu delegasi KOWANI guna menghadiri Konferensi Perempuan se-Asia di New Delhi. Di sini ia dan teman-temannya mengupayakan pengakuan resmi untuk kemerdekaan Indonesia.

Sulianti pernah meringkuk selama dua bulan di penjara pada saat pasukan Pemerintahan Sipil Hindia Belanda (NICA) menguasai Yogyakarta, tepatnya pada tahun 1948. Pascarevolusi kemerdekaan, dia mendapatkan beasiswa dari WHO, dan memiliki kesempatan untuk belajar mengenai tata kelola kesehatan ibu dan anak di beberapa negara Eropa.

Tahun 1952, ia telah kembali ke tanah air dengan mendapatkan Certicate of Public Health Administrasion dari Universitas London. Kemudian dia ditempatkan sebagai Kepala Jawatan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI.

Baca Juga: Badko LPQ Banjarnegara Gelar Halal Bi Halal, Hijaukan Ruangan Tebar Pintu Maaf

Sulianti melakakukan program pengendalian angka kelahiran lewat pendidikan seks dan gerakan Keluarga Berencana (KB). Dia meminta agar pemerintah membuat kebijakan untuk mendukung penggunaan kontrasepsi dengan sistem kesehatan masyarakat.

Melalui RRI Yogyakarta dan harian Kedaulatan Rakjat, Sulianti menyampaikan gagasan mengenai pendidikan seks, alat kontrasepsi, dan pengendalian kehamilan serta kelahiran. Ia terdesak untuk memperbaiki korelasi kemiskinan, malnutrisi, buruknya kesehatan ibu dan anak, serta kelahiran yang tidak terkontrol.

Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Yogyakarta menggelar seminar setelah kampanye Sulianti memunculkan geger. Seminar ini melibatkan para dokter dan pimpinan keagamaan. Yang mengakibatkan ditolaknya gagasan Sulianti.

Baca Juga: Samsat Keliling Banjarnegara Rabu 10 Mei 2023, Ada di 3 Lokasi Berikut Jadwal Lengkapnya

Sulianti juga pernah dipromosikan menjadi Direktur Kesehatan Ibu dan Anak di kantor Kementerian Kesehatan. Ia terus memperjuangkan gagasan tentang KB melalui jalur swasta. Ia mendirikan Yayasan Kesehatan Keluarga (YKK) bersama dengan sejumlah aktivis perempuan. Dengan menginisiasi klinik sawasta yang melayani KB di berbagai kota.

Dia juga mendirikan pos layanan di Lemah Abang, Bekasi untuk menjadikan kehidupan ibu dan anak yang sehat dan bahagia.

Tahun 1960, ia mengambil beasiswa di Tulane Medical School, New Orleans, Louisiana. Dan medapatkan gelar MPH dan PHD, dengan desertasinya mengenai epidemologi bakteri E-Coli.

Baca Juga: Ribuan Guru TPQ di Banjarnegara Istiqomah Mengajar, Meskipun Belum Sejahtera

Setelah mendapat gelar PHD, tidak lama kemudian ia diangkat menjadi Dirjen P4M dan Direktur LRKN yang sekarang menjadi Balitbang Kementerian Kesehatan, dan mendeklarasikan Indonesia bebas cacar. Ia juga diizinkan untuk aktif di WHO.

Tahun 1970 sampai 1980-an, ide-idenya mengenai pengendalian penyakit menukar, KB, serta kesehatan ibu dan anak diadopsi menjadi kebijakan pemerintah dengan cara bertahap.

Meskipun mempunyai empati yang besar terhadap KB, anaknya mengungkapkan bahwa Sulianti tidak sempat terlibat dalam eksekusinya. Ia tidak pernah masuk BKKBN. Sulianti menghabiskan masa karirnya dengan menekuni bidang yang sesuai dengan kompetensi akademiknya, yaitu penyakit menular.

Baca Juga: Peringati Hardiknas 2023, Sebanyak 833 Guru di Banyumas Ikuti Seminar Nasional, Ini Selengkapnya

Dia tidak pernah tertarik untuk menangani secara per orangan, sehingga ia tidak membuka praktek pribadi. Filosofi dari Prof Dr Sulianti Saroso sebagai dokter bukan hanya sebatas mengobati pasien saja, tapi menjadikan masyarakat hidup sehat, sejahtera, dan bahagia. Khususnya kalangan menengah ke bawah.***

Editor: Dimas D. Pradikta

Sumber: Portalpekalongan.com

Tags

Terkini

Terpopuler