"Jadi dalam konteks pelanggaran ini karena tren penggunaan media sosial semakin kuat maka kampanye banyak akan dilakukan lebih menggunakan media sebagai ajang kampanye yang efektif," kata Zaki.
Baca Juga: Korban Longsor Punggelan dapat Pendampingan Psikolog RSI Banjarnegara, Ini Selengkapnya
Bawaslu Jabar tak menampik bahwa saat ini memiliki keterbatasan dalam hal informasi teknologi. Terutama untuk menulusuri akun-akun media sosial (medsos) yang bersifat anonim.
Oleh karena itu, Bawaslu RI akan berkoordinasi kerja sama dengan media platform yang sudah ada seperti instagram, facebook, dan lainnya agar pelanggaran kampanye di media sosial dapat diantisipasi.
"Kita menyadari betul hambatan ruang kebebasan ekspresi dalam konteks penyelenggaraan Pemilu dengan konteks penggunaan medsos beda tipis. Misalkan peserta pemilu belum ada tapi sudah ada pandangan atau stigma negatif terhadap orang yang baru menjadi bakal calon," ucapnya.
Baca Juga: Santer Berhembus Ibu Kota Jawa Barat Akan Dipindah, Berikut Keterangan Gubernur Ridwan Kamil
Selain itu, kata Zaki, Bawaslu juga memiliki keterbatasan regulasi dalam hal penindakan secara tegas soal terhadap pelaku pelanggaran ujaran kebencian pada medsos atau media mainstrem.
"Misalkan tabloid Indonesia Barokah itu tiba-tiba ada. Makanya kita tidak bisa menindak sepihak, kita koordinasi dengan dewan pers untuk mengkatagorikan, apakah yang meanstrem seperti itu masuk dalam karya jurnalis atau tidak," ucapnya.
Sementara itu, Direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ahmad Fauzi atau lebih dikenal sebagai Ray Rangkuti menilai model kampanye di masa yang akan datang akan menggunakan siber dari pada media ruang.
Baca Juga: Pria Tanpa Identitas Ditemukan Tewas Disekitar Jalur Kereta Api Kebakkramat Karanganyar