Pertama, pemilihan trayek atau rute, harus didasarkan pada jumlah penumpang/demand dan kesiapan operator eksisting yang akan diikutsertakan. Program BTS harus sejalan dengan master plan perencanaan dan pengembangan angkutan umum di daerah.
Kedua, kolaborasi dan sinergitas dengan operator lokal. Operator angkutan umum eksisting harus dilibatkan dalam sistem BTS, karena mereka bukan pesaing namun sebagai mitra.
Ketiga, koordinasi antar pemangku kepentingan di daerah (DPRD, Bappeda, Dinas PU, Disdik, Kepolisian, Organda, operator eksisting, swasta dan media) untuk memastikan keberlangsungan program BTS khususnya dalam penerapan kebijakan push & pull dan penyediaan infrastruktur pendukung BTS.
Keempat, komitmen, kesiapan finansial, dan kesiapan kelembagaan pemerintah daerah. Pemerintah daerah perlu menyiapkan tahapan pelaksanaan dan skema pendanaan program BTS, serta bantuan teknis terkait pengembangan transportasi publik perkotaan.
Kelima, perbaikan standar pelayanan minimal (SPM) BTS untuk memastikan tercapainya peningkatan kualitas layanan. Selain itu, operator juga mampu melakukan perbaikan kinerja operasional dan layanan secara proporsional.
Baca Juga: BREAKING NEWS! Pasar Perja Terbakar, Banyumas - Banjarnegara Lumpuh
Keenam, monitoring, pengawasan dan evaluasi berkelanjutan diperlukan untuk meningkatkan layanan dan untuk menilai efisiensi layanan. Termasuk perbaikan operasional dan teknologi IT yang digunakan untuk sistem BTS.
*) Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI)***