Komite Sekolah Dilarang Meminta Sumbangan Iuran dan Pungutan, Ini Dasar Hukumnya

- 6 Oktober 2023, 00:16 WIB
Ilustrasi Dana Pendidikan yang terus meningkat
Ilustrasi Dana Pendidikan yang terus meningkat /Brave/AlecBarcley / Pixabay

BANJARNEGARAKU.COM - Aduan orang tua dan wali murid SMPN 3 Purworejo Klampok mengenai isu dugaan pungutan sumbangan di yang dikelola Komite Sekolah menjadi perbincangan hangat bagi netizen Banjarnegara pada awal Oktober 2023 ini. Komite Sekolah diduga minta sumbangan PPDB untuk diberikan kepada Sekolah. Hal ini meresahkan bagi orang tua, apalagi selama ini punya pengertian kalau sekolah di Sekolah Negeri itu gratis. 

Pungutan yang diduga menimbulkan polemik ini tidak kurang memancing Pj Bupati Banjarnegara, Tri Harso Widirahmanto berkomentar. Dia menyarankan agar Sekolah mencukupkan diri dengan dana BOS yang sudah diberikan. Sekolah tidak perlu minta sumbangan lagi karena semua digratiskan. 

Baca Juga: Terbaru! Bansos PKH Cair Lagi di Bulan Oktober 2023, Simak Informasi dan Cara Cek Penerimanya...

Sementara Heling Suhono, Kabid SD Dindikpora Banjarnegara dalam sebuah wawancara justru mengatakan bahwa satuan pendidikan negeri boleh menerima sumbangan namun dilarang melakukan pungutan. 

Heling Suhono, Kabid SD Dindikpora Banjarnegara
Heling Suhono, Kabid SD Dindikpora Banjarnegara

Dasar hukum yang dipakai Heling adalah Pasal 12 Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012:

1. Masyarakat di luar penyelenggara dan satuan pendidikan dasar yang didirikan masyarakat, serta peserta didik atau orang tua atau walinya dapat memberikan sumbangan pendidikan kepada satuan pendidikan dasar.

2. Satuan pendidikan dasar dapat menerima sumbangan.

3. Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk memenuhi kekurangan biaya satuan pendidikan.

Baca Juga: Update Malam Asian Games 19: Aya Ohori Putuskan Asa Indonesia Peroleh Emas dari Bulutangkis

"Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa satuan pendidikan negeri hanya boleh menerima sumbangan dan dilarang melakukan pungutan. Adapun sekolah swasta boleh menerima sumbangan dan boleh melakukan pungutan," tandasnya.

Sementara untuk pungutan berupa iuran, salah satunya iuran pramuka, bukankah iuran yang mengada-ada apalagi diada-adakan. Organisasi di dalam lingkungan sekolah yang bernama, Pramuka, TP UKS, PMR, dan lain sebagainya, bisa berjalan dan hidup dengan baik jika ada pendanaan dari anggota-anggotanya. Pendanaan organisasi-organisasi tersebut berasal dari iuran wajib anggota dan sumbangan pihak lain yang tidak mengikat, dan semuanya ada dasar hukumnya. 

Pungutan oleh Komite Sekolah adalah terlarang

Setelah adanya pelarangan iuran oleh pihak sekolah, yang terbaru adalah munculnya pungutan dari Komite Sekolah seperti yang diduga diadukan oleh wali murid di SMPN 3 Purworejo Klampok, Banjarnegara. Komite sekolah diduga menjadi perpanjangan tangan pihak sekolah untuk memungut iuran PPDB yang bisa disamarkan dalam berbagai bentuk nama. 

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 pasal 12 huruf b menjelaskan bahwa Komite Sekolah dilarang meminta sumbangan ataupun iuran kepada peserta didik dan orang tua siswa, yang bertujuan untuk diberikan kepada sekolah. Pada pasal itu juga disebutkan bila untuk memajukan sekolah, komite dapat meminta sumbangan dengan mengajukan corporate social responsibility (CSR) kepada perusahaan-perusahaan di sekitaran sekolah.

Dilansir dari hukumonline, komite sekolah memang dapat melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya dalam bentuk bantuan dan/atau sumbangan, tapi tidak boleh berupa pungutan. Komite sekolah dapat menentukan jumlah biaya masuk sekolah bagi peserta didik baru, yang kemudian disebut dengan dana sumbangan pendidikan.

Yang dimaksud dengan bantuan, sumbangan serta pungutan pendidikan adalah:

  • Bantuan pendidikan: pemberian berupa uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orangtua/walinya, dengan syarat yang disepakati para pihak.
  • Sumbangan pendidikan: pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orangtua/walinya baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan.
  • Pungutan pendidikan: adalah penarikan uang oleh sekolah kepada peserta didik, orangtua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan. 

Dasar hukum pembedaan ketiganya adalah dari Pasal 1 angka 3-5 Permendikbud 75/2016.

Kemudian, dikutip dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, ditegaskan bahwa sumbangan memang bisa diminta dari orang tua siswa, tetapi tidak untuk seluruh orang tua karena sifatnya sukarela. Ketika sumbangan itu diberlakukan untuk seluruh orang tua, itu jatuhnya jadi pungutan. Dalam menentukan pungutan pun, sekolah harus melihat kemampuan ekonomi orang tua siswa.

Baca Juga: Ternyata Memang Ini! Alasan Semua Orang Berharap-harap Bisa diterima Jadi ASN, Simak Penjelasanya

Sehingga, meskipun istilah yang digunakan adalah ‘dana sumbangan pendidikan’, namun jika dalam penarikan uang tersebut ditentukan jumlah dan jangka waktu pemungutannya, bersifat wajib, dan mengikat bagi peserta didik dan orang tua/walinya, maka dana tersebut bukanlah sumbangan, melainkan pungutan. 

Jika benar demikian, patut diduga komite sekolah telah melakukan pungutan liar, mengingat sekolah dengan kriteria tertentu dilarang memungut biaya pelaksanaan PPDB dan komite sekolah dilarang menarik pungutan pendidikan.

Terhadap perbuatan tersebut, Anda selaku masyarakat dapat:

  • Melaporkan pelanggaran pelaksanaan PPDB melalui https://ult.kemdikbud.go.id
  • Mengadukan ke instansi pemerintah berwenang melalui situs lapor.go.id, SMS 1708, atau aplikasi SP4N LAPOR! pada sistem Android dan iOS
  • Melaporkan ke Satgas Saber Pungli melalui laman Satgas Saber Pungli.

Baca Juga: Terbaru! Mentan Syahrul Yasin Limpo Resmi Mengundurkan Diri, Surat Resmi Telah diterima Mensesneg

Belum ada terobosan baru dari stakeholder pendidikan

Berkaitan dengan kebutuhan dana satuan sekolah, yang jadi polemik sebaiknya segera ditemukan terobosan baru. Supaya sekolah terpenuhi kebutuhan dananya namun pihak wali murid dan siswa tidak merasa keberatan. Pihak pemangku kepentingan (stakeholder) pendidikan seharusnya duduk bersama dan mencari solusi untuk permasalahan ini. Sebuah penyelesaian yang tidak melanggar hukum namun juga tidak membuat wali murid tertekan. 

Heling berandai, jika masyarakat (baca:orang tua dan wali murid) memahami peraturan yang ada, maka polemik seperti di SMPN 3 Purworejo Klampok tentu tidak akan terjadi. 

"Sesungguhnya kalau sekolah dan masyarakat sudah paham benar terkait mekanisme penggaliannya (dana) maka semua nyaman. Sekarang, kan rata-rata belum (memiliki pemahaman) sesuai dengan regulasi yang ada dan banyak yang belum memahami aturan tersebut," seloroh Heling. 

Baca Juga: Wakil Indonesia Kembali Gagal ke Semi Final, Ginting Kalah Dari Li Shifeng di Perempat Final Asian Games

Heling mengungkapkan pernah ada terobosan yang dinamakan BOS Damping yang diambil dari dana APBD. Pengambilan penambahan dana dari APBD terjadi saat aturan 'Sekolah Gratis' dimulai. Dasar hukumnya adalah permendikbud 60 tahun 2011 tentang larangan pungutan dan sumbangan. 

"Namun hanya kuat selama 2 tahunan, kalau tidak salah. Selanjutnya Bos Damping tidak ada lagi karena keterbatasan anggaran.

Jad dari dinas sesungguhnya sudah berusaha untuk mengajukan Bos damping lagi. Tapi kondisi saat ini belum memungkinkan karena kegiatan fisik untuk sarpras (sarana prasarana) sendiri banyak yang refocusing," pungkas Heling. 

Baca Juga: 4 Tempat Kuliner Kelezatan Bakso yang Antrinya Se Kabupaten Banjarnegara, Rekomendasi Banget!

Pungutan, sumbangan, iuran meskipun bisa menjadi solusi instan bagi pihak sekolah mengatasi kekurangan dana anggaran, namun hal ini tidak bisa diterima sebagian masyarakat. Sudut pandang 'sekolah gratis' yang melekat menyebabkan masyarakat menolak mengeluarkan uang untuk pendidikan anaknya. Padahal Dana BOS adalah dana pemerintah yang hanya untuk mencukupi kebutuhan dasar saja. 

Oleh sebab itu, para pemangku pendidikan perlu menghadirkan terobosan baru untuk memenuhi pagu anggaran yang sudah dibuat. Cara perolehan pendanaan sebaiknya dibicarakan dan menemukan keputusan yang sama-sama menyenangkan bagi kedua belah pihak tanpa melanggar aturan hukum yang berlaku. ***

 

Editor: Ali A

Sumber: hukum online wawancara narasumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah