Ibu Nyai Se-Indonesia Kumpul di Semarang, Ada yang Salah Pengasuhan di Pondok Pesantren

- 7 November 2022, 07:12 WIB
Ibu Nyai Se-Indonesia Kumpul di Semarang, Ada yang Salah Pengasuhan di Pondok Pesantren
Ibu Nyai Se-Indonesia Kumpul di Semarang, Ada yang Salah Pengasuhan di Pondok Pesantren /Dian Sulistiono/

BANJARNEGARAKU.COM - Ibu Nyai se-Indonesia berkumpul di Semarang, bukti empati dan kepedulian terhadap masalha-masalah yang timbul belakangan ini di Pondok Pesantren.

Pokok masalah yang berkembang menjadi suatu hal patut dibenahi di Pondok Pesantren, hal ini membuat risau para Nyai. Antara lain adalah masalah bullying dan perilaku asusila yang terjadi di Pondok Pesantren.

Sehingga ada pilihan model pengasuhan yang positif yang ditanamkan bagi santri yang lebih manusiawi perlu disuarakan Bu Nyai sebagai Ibu santri di Pondok Pesantren.

Baca Juga: Faras Hiban Fauzan Siswa SDN 1 Luwung Juara 1 Lomba Kaligrafi MAPSI Tingkat Jawa Tengah

Kekerasan sebagai persoalan laten seringkali muncul karena pilihan model pengasuhan yang kurang tepat. Padahal pengasuhan menjadi ciri Pondok Pesantren, bahkan hanya Pondok Pesantren yang menyebut pemimpinnya sebagai Pengasuh.

Selain itu, persoalan perilaku asusila pada santri putri. Bu Nyai melihat perhatian publik cenderung kepada pelaku. Pelaku dihujat, pemerintah turun tangan, norma hukum ditegakkan. Ketika pelaku dijatuhi hukuman berat, masyarakat merasa sudah puas.

Padahal yang harus lebih diperhatikan adalah korbannya. Si korban sudah pasti menjadi terganggu kegiatan belajarnya, kacau jadwal ngajinya. Juga menderita tekanan batin alias trauma kejiwaan yang sangat berat.

Baca Juga: LT III Kwarcab Banjarnegara, Genderang Mengasah Skill dan Kemampuan Pramuka Penggalang

Pemerintah maupun LSM, sangat terbatas aksesnya memberi advokasi. Satu-satunya pihak yang paling dekat pada masalah tersebut dalam lingkungan tinggal korban yakni pondok pesantren adalah Ibu Nyai.

Pengasuh pesantren putri inilah yang kemudian hadir untuk berusaha mengatasi masalah tersebut sebagai seorang ibu yang berjuang selama dua puluh empat jam sehari, tujuh hari seminggu untuk anak-anaknya dalam hal ini santri-santri putrinya.

Halaman:

Editor: Nowo Sarwidi, S.Pd

Sumber: PBNU Semarang


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x