Bikin Rindu, Begini Suasana Lebaran di Indonesia Zaman Dulu serta Asal Usul Tradisinya

- 11 April 2022, 17:05 WIB
Syarat Mudik Lebaran 2022 Diperlonggar, Ini Jadwal Libur dan Tanggal Merah Idul Fitri 2022
Syarat Mudik Lebaran 2022 Diperlonggar, Ini Jadwal Libur dan Tanggal Merah Idul Fitri 2022 /ANTARA/Asep Fathulrahman

BANJARNEGARAKU – Tidak terasa minggu pertama bulan suci Ramadhan telah kita lewati dan semakin dekat lebaran yang kita nanti.

Berbicara tentang lebaran, tentunya ada perbedaan antara lebaran pada zaman dahulu dan yang sekarang.

Namun, suasana dan tradisi lebaran tetaplah sarat akan nuansa kebersamaan yang selalu dirindukan. Diantaranya adalah:

Baca Juga: Apa Hukum Pacaran saat Berpuasa di Bulan Ramadhan? Berikut Penjelasan Beserta Dalil-dalilnya

  1. Sholat Id

Pada akhir tahun 1942 masyarakat nusantara melaksanakan perayaan Idul Fitri.

Perayaan ini sangat istimewa, karena kali pertama diselenggarakan pada jaman penjajahan Nippon alias Jepang.

Perayaan Idul Fitri saat itu sangat bersejarah, karena telah membuat umat islam mampu berdiri lebih tinggi, dan merasa lebih dihormati oleh pemerintah Dai Nippon.

Sedangkan pada masa penjajahan Belanda, shalat Id berjamaah di ruang terbuka diizinkan pertama kali tahun 1929.

Meski begitu pemerintah Belanda mengawasi ketat gerak gerik umat yang bersembahyang dan isi khutbahnya.

Baca Juga: Cara Melawan Bisikan Setan, Tentang Lintasan Pikiran, Ucapan Kekufuran dan Bagaimana Hukumnya

Pelaksanaan sholat Id pada masa itu tidak hanya di masjid masjid besar saja, namun juga di lapangan yang luas.

Walaupun saat itu kondisi Indonesia masih mencekam karena belum terbebas penuh dari penjajah, tapi penduduk Indonesia sangat antusias menyambut hari raya Idul Fitri.

  1. Lagu lebaran

Saat perayaan lebaran, tidak hanya tradisi unik saja yang memeriahkan suasana Idul Fitri.

Namun juga ada lagu-lagu khas yang biasanya menggema saat momen tersebut.

Salah satunya adalah lagu yang berjudul Hari Lebaran karya Ismail Marzuki.

Baca Juga: Hukum Melakukan Hubungan Suami Isteri ketika Berpuasa dan Penjelasan Tentang Kafarahnya

Semenjak adanya lagu ini, kata minal aidin wal faidzin sering disalah artikan menjadi “mohon maaf lahir dan batin”, padahal arti sebenarnya adalah “semoga kita termasuk golongan yang kembali mendapat kemenangan”.

  1. Lebaran di desa

Semua umat muslim dari seluruh penjuru wilayah memang memiliki tradisi unik untuk menyambut hari raya lebaran, tidak terkecuali di pedesaan.

Pada tahun 1979, suasana lebaran sudah terasa bahkan pada minggu pertama puasa.

Biasanya, rumah-rumah akan dicat atau dikapur untuk memeriahkan suasana hari raya.

Baca Juga: Keajaiban Berpuasa Bulan Ramadhan bagi Tubuh dan Pikiran Menurut Ilmu Kesehatan

Ritual unik yang biasa dilakukan oleh penduduk di pedesaan adalah pawai obor.

Pawai obor ini untuk memberikan momen kepada anak-anak, terutama bagaimana mensyiarkan agama Islam.

Daripada jalan-jalan atau foya-foya di malam takbir, lebih baik berkumpul positif dengan bertakbir.

  1. Lebaran di kota

Berbelanja menjadi tradisi di kota, karena pusat belanja tutup selama dua hari saat Idul Fitri.

Tetapi sejak tahun 1980-an, pusat perbelanjaan jutru buka setelah sholat Id sampai jam 23:00 malam.

  1. Soekarno berlebaran

Presiden Soekarno juga dianggap sebagai sosok yang mempopulerkan ungkapan “minal aidin wal faidzin” pada hari raya Idul Fitri tahun 1958.

Baca Juga: Mekanisme Pertahanan Diri, Pengertian, Bentuk dan Dampaknya Secara Psikologis

  1. Acara Televisi

zaman dahulu, satu-satunya stasiun televisi yang mayarakat miliki adalah TVRI.

Pada saat lebaran, televisi tertua ini selalu menghadirkan acara yang menghibur dan mendidik bertajuk Operet Papiko setiap tahunnya.

Acara ini diisi oleh artis-artis papan atas pada masa itu, seperti Titik Puspa, Vina Panduwinata, Elvi Sukaesih dan masih banyak lagi.

  1. Iklan

Beberapa produk di televisi juga melancarkan iklan yang bertemakan Ramadhan ataupun lebaran dan iklan-iklan terebut sarat dengan ilmu yang bisa jadi pelajaran untuk penonton yang melihatnya.

Baca Juga: Stoicism, Filosofi untuk Hidup yang Tenang, Bebas dari Beban Pikiran dan Bahagia

  1. Mudik

Mudik merupakan tradisi primordial masyarakat petani Jawa yang sudah berjalan sejak sebelum zaman Kerajaan Majapahit.

Dahulu para perantau pulang ke kampung halaman untuk membersihkan makam para leluhurnya.

Mudik merupakan singkatan dari Bahasa Jawa “mulih dilik” yang berarti pulang sebentar.

  1. Kue Lebaran

Kue kering yang muncul di Indonesia banyak terpengaruh dari Eropa. Pada masa abad ke-19 hingga 20 pengaruh budaya Eropa dalam hal kuliner begitu banyak diserap oleh masyarakat Indonesia.

  1. Sungkeman

Sungkeman digunakan sebagai sarana melatih kerendahan hati, lantaran membawa seseoang untuk menghilangkan sikap egoisme, melalui gesture merendah dan menyembah kepada orang yang lebih tua.

Baca Juga: Mengenal Inner Child, Peristiwa Masa Kecil yang Mempengaruhi Karakter Seseorang hingga Dewasa

Prosesi sungkeman merupakan bagian dari akulturasi budaya Jawa dan Islam.

Kearifan para ulama di Jawa mampu memadukan kedua budaya demi kerukunan dan kesejahteraan masyarakat pada saat itu.

Itulah gambaran tentang suasana lebaran di Indonesia pada zaman dulu dan bagaimana awalnya tradisi tersebut terbentuk.***

 

 

Editor: Dimas D. Pradikta

Sumber: Youtube YtCrash


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah