Baca Juga: Kasus Anak Anggota DPR Aniaya Kekasihnya, Polisi Terapkan Pasal Pembunuhan
Alasan-alasan perceraian dalam UU Perkawinan tidak diatur secara limitatif. Ketentuan mengenai alasan-alasan perceraian secara limitatif diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut PP 9/1975) dan KHI. Pada Pasal 19 PP 9/1975 mengatur bahwa:
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
Baca Juga: 25 Contoh Soal Matematika Kelas 5 SD MI Kurikulum Merdeka Bilangan Cacah sampai 100.000
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
6. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Selanjutnya, Pasal 116 KHI secara limitatif juga mengatur alasan-alasan perceraian, yaitu:
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
2. Salah satu pihak mninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;