Jamasan Pusaka di Bulan Sura

- 19 Juli 2023, 16:54 WIB
Di Jaman Modern, Pusaka yang dimiliki para keturunan Kerajaan terawat baik agar tidak rusak dan mudah korosi, saat bulan Sura seperti ini banyak yang melakukan jamasan pusaka. Begitupula anak turun, dharah dalem serta abdi dalem Karaton Surakarta Hadiningrat, salah satunya Kandjeng Pangeran Panji (K
Di Jaman Modern, Pusaka yang dimiliki para keturunan Kerajaan terawat baik agar tidak rusak dan mudah korosi, saat bulan Sura seperti ini banyak yang melakukan jamasan pusaka. Begitupula anak turun, dharah dalem serta abdi dalem Karaton Surakarta Hadiningrat, salah satunya Kandjeng Pangeran Panji (K /Taufik Hidayat PP/

BANJARNEGARAKU.COM - Pusaka atau Tosan Aji adalah senjata leluhur yang digunakan untuk perlindungan diri dan berperang. Di Jaman Modern, Pusaka yang dimiliki para keturunan Kerajaan terawat baik agar tidak rusak dan mudah korosi, saat bulan Sura seperti ini banyak yang melakukan jamasan pusaka. Begitupula anak turun, dharah dalem serta abdi dalem Karaton Surakarta Hadiningrat, salah satunya Kandjeng Pangeran Panji (KPP) Edwin Soeryo Putrakusumo.

Dewan Pembina Paguyuban Kawula Karaton Surakarta (PAKASA) Cabang Demak yang sekaligus Pangeran Santana Karaton Surakarta Hadiningrat itu menjelaskan di sela-sela aktivitasnya hari ini Rabu, 18 Juli 2023 di awal Bulan Suro bersama istrinya Kanjeng Raden Ayu (KRAy). Tiara Soeryo Putrakusumo yang masing-masing sedang melakukan Jamasan Pusaka Warisan Leluhur.

Kita ketahui, di Indonesia terutama, di Jawa Tengah dan DIY terdapat pecahan Mataram Islam yakni Karaton Surakarta Hadiningrat, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Pura Mangkunagaran Surakarta Hadiningrat, dan Pura Paku Alaman Ngayogyakarta Hadiningrat, keseulurahan pecahan Mataram Islam tersebut melakukan penjamasan pusaka.

Baca Juga: Jalan di Kecamatan Rakit Banjarnegara Macet, Santri Ikuti Pawai Ta’aruf

Dengan telah masuknya kembali Lembaga Dewan Adat di Karaton Surakarta Hadiningrat prosesi adat termasuk didalamnya Jamasan Pusaka akan terkoordinir dengan baik, bahkan para Kolektor yang mengoleksi ataupun para keturunan kerajaan yang memiliki warisan pusaka, juga melakukan prosesi penjamasan pusaka setiap awal ataupun akhir bulan Sura," kata Pangeran Edwin Soeryo Putraksumo.

Tambah Kanjeng Raden Ayu (KRAy). Tiara Soeryo Putrakusumo, proses yang paling penting dalam jamasan pusaka adalah tetap lestarinya warisan leluhur dan terawatnya pusaka agar tampak bersih dan indah kembali dengan terlihatnya pamor pusaka secara jelas bagi pusaka yang berpamor.

"Menjamas Pusaka sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Tuhan Yang Maha Esa, telah diberikan kesempatan untuk merawat pusaka leluhur," tambah Pangeran Edwin Soeryo Putrakusumo.

Menurut Pangeran Edwin Soeryo Putrakusumo ada dua bahan yang diperlukan dalam menjamas pusaka, yakni bahan pokok yang terdiri dari air kelapa muda, jeruk nipis, warangan, dan minyak pusaka. Kemudian bahan pendamping yang terdiri dari sesaji, dupa berserta kemenyan atau aroma lain seperti bhoukur.

Baca Juga: Kecelakaan Kereta Tabrak Truk Seperti di Semarang Tidak Mungkin Terjadi di Banjarnegara

"Apa sih fungsi bahan pendamping? Bahan Pendamping tersebut sebagai wewangian ketika melakukan jamasan pusaka," kata Pangeran Edwin Soeryo Putrakusumo.

Pangeran Edwin Soeryo Putrakusumo menyampaikan bahwa, cara yang dilakukan untuk menjamas pusaka meliputi dua hal, yaitu pemutihan dan pewarangan.

Beliau menerangkan, pemutihan merupakan proses memutihkan kembali pusaka melalui media air kelapa muda dan jeruk nipis. Pusaka yang akan dijamas harus dilepaskan dulu dari warangka, deder, dan mendaknya, sehingga tersisa bilah pusaka. Kemudian, dimasukkan ke dalam air kelapa muda yang telah diberikan wadah untuk menjamas pusaka tersebut.

"Bilah pusaka didiamkan terendam pada air kelapa muda paling tidak 7 hari. Dalam proses 7 hari ini korosi yang terdapat pada bilah pusaka akan melunak dan luntur," katanya.

Baca Juga: Ratusan Obor Keliling Desa di Banjarnegara

Setelah hari ke 7, kemudian pemutihan menggunakan media jeruk nipis. Pusaka yang telah direndam dengan air kelapa muda, kemudian digosok dengan jeruk nipis agar korosi pada pusaka tersebut dapat benar-benar hilang, kemudian dikeringkan.

Pada proses yang kedua setelah pemutihan, yakni pewarangan pusaka. Pewarangan pusaka adalah dengan memberikan racun pada bilah pusaka dengan menggunakan bahan warang dari arsenik.

Dia menjelaskan, bahan warang dapat berupa bubuk atau cairan. Warangan dapat dicampur dengan perasan jeruk nipis. Dalam proses ini pusaka direndam pada cairan warangan hingga pamor dalam pusaka kembali muncul setelah dari proses pemutihan di awal. Setelah dirasa pamor sudah kuat dan indah kembali, bilah pusaka dapat disatukan dengan mendak, deder, dan ditutup dengan warangkanya kembali, serta disimpan pada tempat pusaka.

 Baca Juga: Ingin Tahu! Inilah 4 Pesan Suci Leluhur Nusantara Setelah Malam Satu Suro, Simak Selengkapnya...

"Sebelumnya dapat pula diberikan minyak pusaka dengan aroma melati atau cendana. Hal ini untuk memperminim proses korosi pada bilah pusaka tersebut dan pusaka yang kita miliki beraroma harum tentunya," katanya.

Lebih lanjut, Pangeran Edwin Soeryo  Putrakusumo juga mengungkapkan, dalam merawat pusaka perlu diketahui banyak hal tersembunyi di dalamnya. Yakni tentang betapa hebatnya para empu pembuat pusaka yang dapat menciptakan mahakarya yang kuat dan hebat dengan izin-Nya.

"Pusaka sejenis keris, tombak, dan lain sebagainya, peninggalan leluhur yang dijadikan senjata perang di masanya," ucap Pangeran Edwin Soeryo Putrakusumo.

Editor: Ali A


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah