Rahasia di Balik Sebutan Bulan Ruwah Menurut Mbah Moen, Kaitannya dengan Nabi Hud

22 Februari 2024, 19:45 WIB
Mbah Moen /editornews.id/

BANJARNEGARAKU.COM - Saat ini, kita Tengah menjalani bulan Sya'ban 1445 H, bahkan sudah hampir memasuki pertengahan. Bulan Sya'ban merupakan bulan yang  menandakan kedekatan dengan bulan Ramadhan, sebuah periode yang dinanti-nantikan oleh komunitas muslim di seluruh dunia.

Tidak hanya muslim, masyarakat umum juga menantikan momen Ramadhan, karena segala sesuatu menjadi lebih bersemangat, termasuk dalam dunia perdagangan dan bisnis.

Dalam tradisi Jawa, bulan Sya'ban dikenal sebagai bulan Ruwah. Ini karena Sya'ban juga disebut sebagai bulan arwah. Pertanyaan yang muncul adalah, mengapa bulan Sya'ban disebut Ruwah?

Baca Juga: 8 Tips Aman Puasa Ramadan bagi Penderita Maag

Ulama kharismatik asal Rembang, KH Maimoen Zubair atau yang akrab disapa Mbah Moen, memberikan penjelasan yang jelas terkait hal ini. Menurutnya, tradisi Ruwah di Jawa terkait erat dengan haul Nabi Hud dalam tradisi di Yaman.

Penjelasan ini disampaikan oleh murid terkasih Mbah Maimoen, yaitu KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha.

Asal Usul Kata "Ruwah"

Gus Baha, dalam salah satu ceramahnya yang dikutip dari YouTube Kalam-Kajian Islam, menjelaskan bahwa kata "Ruwah" berasal dari kosakata Arab, yaitu "arwah," dan kemudian diserap ke dalam Bahasa Jawa menjadi "Ruwah."

"Saya masih ingat betul ketika Mbah Moen (K.H. Maemun Zabair) mengajar dan di antara yang diterangkan itu mengapa Sya’ban disebut Ruwah, Ruwah itu dari Bahasa Arab arwah, terus dijawakan menjadi Ruwah," ungkap Gus Baha atau KH Ahmad Bahauddin Nursalim.

Baca Juga: 7 Tips Aman Puasa Ramadan bagi Ibu Hamil

Tradisi Yaman

Gus Baha juga menjelaskan bahwa bulan Sya’ban atau Ruwah disebut sebagai bulan "arwah" karena pada bulan ini, masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, mendoakan arwah para leluhur.

Tradisi ini juga dipengaruhi oleh tradisi di Yaman, di mana penduduknya mengadakan haul Nabi Hud pada bulan Sya’ban. Sebagai respons, kiai-kiai Jawa mengirimkan doa saat bulan Sya’ban atau bulan Ruwah. Maka muncul istilah tradisi ruwah atau ruwahan yang akrab di telinga masyarakat Jawa.

"Karena di antara tradisi di Indonesia mengikuti Yaman. Dan di Yaman itu ada khoulnya Nabiyullah Hud dan itu pada waktu Sya’ban. Sehingga kiai-kiai Jawa kalau kirim doa itu dibarengkan pas Sya’ban atau Ruwah,” terang Gus Baha.

Baca Juga: Waspada, Inilah 6 Kondisi yang Sering Dialami saat Puasa di Bulan Ramadan dan Cara Mengatasinya

Tradisi di Jawa pada Bulan Ruwah (Arwah)

Bulan Sya'ban atau Ruwah menjadi momen khusus di masyarakat Indonesia, terutama Jawa, di mana ritual doa untuk arwah leluhur dilakukan menjelang Ramadhan.

Keluarga yang masih hidup berkumpul untuk mendoakan arwah para leluhur melalui doa, sedekah, tahlil, tahmid, atau bahkan dengan berziarah ke kubur.

Meskipun memiliki berbagai nama seperti arwahan, nyekar (Jawa Tengah), kosar (Jawa Timur), munggahan (Sunda), namun esensinya tetap sama, yaitu mendoakan arwah para leluhur.

Bagi masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, tradisi ini telah menjadi suatu adat atau kebiasaan yang dianggap sebagai keharusan. Meninggalkan tradisi-tradisi ini pada bulan Sya’ban akan membuat persiapan menyambut bulan Ramadhan terasa kurang lengkap.***

Editor: Taufik Hidayat PP

Sumber: beragam sumber

Tags

Terkini

Terpopuler