Sebenarnya antara Muhammadiyah dan PBNU sama-sama menggunakan hisab. Karena pelaksanaan rukyah bil fi’li sendiri juga harus didasari dengan hisab atau perhitungan secara detail.
Dasarnya Firman Allah dalam QS. Yunus (10): 5; “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”.
Jika Pemerintah, PBNU, dan Muhammadiyah sama-sama menggunakan hisab, mengapa bisa terjadi perbedaan?
Lagi-lagi ini soal pemilihan dan penggunaan kriteria antara wujud al-hilal dan imkan ar-ru’yah.
Apakah tidak bisa disatukan?
Tentu jawabannya, bukan tidak mungkin disatukan. Akan tetapi karena ini menyangkut soal keyakinan di dalam beragama, kemudian masing-masing seakan berbeda jauh.
Muhammadiyah menggunakan hisab, sementara pemerintah dan PBNU menggunakan ru’yah bil fi’li.