Nah, dengan fokus pada Pasal 2 dan Pasal 3 UU tentang Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Agung lama-lama akan menemukan ikan besar.
Baca Juga: Pasar Bobotsari, Sebagian Kebutuhan Pokok Mengalami Fluktuasi Tak Berarti
"Terbukti tahun 2018 (Kasus Jiwasraya) kemudian rentetannya di Asabri. Dilanjutkan kelangkaan dan mahalnya minyak kelapa Sawit (CPO), impor tektile Batam (Korupsi), Satelit Kemenham, Surya Darmadi (Perkebunan, dengan kerugian negara di atas Rp50 T), dan sebagainya. Itu big fish semua, karena Kejaksaan Agung itu fokus di Pasal 2 dan 3," jelasnya.
Kalau KPK ini OTT tidak membangun kasus (terakhir itu kasus bansos dan Direktur Trans Jakarta). "Tahun 2012 KPK membangun kasus dan diproses pada 2013. Habis itu tidak ada lagi," ujarnya.
Boyamin menambahkan, kalau hanya OTT, tidak akan menemukan kasus besar. Kalau Kejaksaan Agung konsentrasi Pasal 2 dan Pasal 3, maka banyak menemukan kasus besar.
Baca Juga: Jejak Ramadhan, Keutamaan Puasa Mengiringi Perjalanan Menuju Surga
Baca Juga: Sunnah Rasulullah Disaat Bulan Ramadhan, Berikut Penjelasan Selengkapnya...
"Dengan fokus pada Pasal 2 dan Pasal 3, Kejaksaan Agung bisa merambah pada kerugian perekonomian negara. Misalnya impor tekstil Batam, kasus Surya Darmadi (perkebunan), dan kelangkaan minyak goreng."
Boyamin menegaskan, dalam dua hal, KPK selalu kalah dari Kejaksaan Agung. Pertama, dalam menemukan kasus besar. Kekalahan kedua adalah mengendus berapa kerugian perekonominan negara.
"Jadi, periode depan, pimpinan KPK harus diambil dari unsur jaksa yang kompeten. Maaf, mau tak mau saya harus menyebut itu," tandasnya.***