Ratusan Rute Bus Transjakarta dan Jak Lingko Dibangun, Namun Jakarta Masih Macet, Ini Kata Djoko Setijowarno

- 11 Oktober 2023, 10:07 WIB
Sekitar lebih dari 95 persen kawasan perumahan di Bodetabek tidak memiliki akses layanan transportasi umum.
Sekitar lebih dari 95 persen kawasan perumahan di Bodetabek tidak memiliki akses layanan transportasi umum. /Ali A/

Masyarakat perkotaan pasti akan keberatan jika tarif ojek naik. Dilematis bagi pengemudi ojek, tarif tidak naik, pendapatan tidak akan bertambah. Tarif naik, penumpang berkeberatan dan berpengaruh penghasilan akan berkurang. Sementara kebutuhan hidup terus meningkat. Hal seperti ini baru menyadarkan kita, karena masih minimnya fasilitas transportasi umum di Kawasan hunian. Masifnya pertumbuhan permukiman di pinggiran perkotaan belum diimbangi dengan layanan akses angkutan umum, sehingga masyarakat mengandalkan ojek daring ataupun kendaraan pribadi (roda dua maupun roda empat).

Baca Juga: 80 Persen Truk Tidak Punya Surat Uji Kir, Ini Penjelasan Pakar Transportasi Djoko Setijowarno

Beban masyarakat, khususnya generasi muda, saat ini cukup berat dalam menjangkau hunian. Selain harus membeli rumah yang harganya semakin mahal, juga harus membeli kendaraan bermotor. Pasalnya, kawasan perumahan yang ditempati tidak memiliki fasilitas transportasi umum menuju tempat kerja. Perumahan menjadi kurang layak huni jika tidak diimbangi akses transportasi

Sebelum era 1990-an, pemerintah menerapkan kebijakan pembangunan kawasan perumahan diimbangi ada layanan transportasi umum, seperti angkutan kota, bus umum atau bus Damri. Namun, saat ini, layanan angkutan kota ke permukiman itu kian terkikis (bahkan sudah banyak yang hilang), meskipun kawasan perumahan itu masih tetap ada.

 

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman tidak mewajibkan fasilitas transportasi umum sebagai bagian dari sarana umum. Undang-undang tersebut perlu direvisi dengan memasukkan kewajiban pembangunan perumahan dan permukiman disertai penyediaaan fasilitas akses transportasi umum.

Ketergantungan publik terhadap ojek akibat tata ruang yang semrawut. Misalnya, di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), komposisi angkutan umum hanya tersisa 2 persen, sedangkan mobil 23 persen dan sepeda motor mencapai 75 persen. Tidak ada sinkronisasi antara membangun kawasan perumahan dan layanan transportasi.

Baca Juga: Jangan Salahkan Sopirnya, Tersangka Kecelakaan Bawen, Pakar Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno Berbicara

Alhasil, setiap warga apalagi kaum milenial yang akan memiliki rumah tinggal, selain harus menyisihkan dari gaji bulanan untuk mengangsur kepemilikan rumah juga disisihkan pula untuk mengangsur kepemilikan kendaraan bermotor. Tentunya akan menjadi beban pada penghasilan keluarga, apalagi penghasilan yang didapat hanya sebatas UMK. Ongkos belanja bertransportasi masyarakat di Indonesia, rata-rata masih di atas 25 persen dari pendapatan tetap setiap bulannya. Sementara di banyak negara sudah bisa ditekan di bawah 10 persen (standar Bank Dunia), bahkan di Singapura 3 persen, Paris 3 persen, Beijing 7 persen.

Halaman:

Editor: Ali A

Sumber: Djoko Setijowarno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x