Sejarah Good Friday atau Jumat Agung Bagi Umat Kristiani, Begini Selengkapnya

14 April 2022, 16:10 WIB
Makna Jumat Agung yang kerap disebut Good Friday. /Pixabay/Ambroz/

BANJARNEGARAKU - Umat Kristiani di seluruh Dunia dan tak terkecuali di Indonesia serentak merayakan Jumat Agung pada Jumat 15 April 2022 besok.

Dalam peristiwa spesial ini, akan diperingati peristiwa kisah kesengsaraan dan wafatnya Yesus Kristus di Bukit Golgotha.

Yesus harus menanggung penderitaan atas pewartaan-Nya dalam memperjuangkan kerajaan Allah.

Baca Juga: Warga Desa Pagak Banjarnegara Parak Ikan Lele di Jalanan, Begini Ceritanya

Dalam Yohannes 3: 16 disebutkan bahwa Allah Bapa menyerahkan putra-Nya untuk menderita dan wafat demi keselamatan manusia.

Yesus disalib, mahkota duri ditaruh di atas kepala-Nya, sebatang buluh diletakkan pada tangan kanan-Nya, lalu orang mengejek Yesus, meludahi-Nya, dan memukul kepala Yesus dengan buluh.

Dalam banyak ayat Alkitab dikisahkan betapa menderitanya Yesus kala itu.

Baca Juga: Kapolres Banjarnegara: Pengamanan Akan Kami Perketat Saat Paskah 2022

Di Hari Jumat Agung, umat Kristen dan Katolik bisa memaknai peristiwa wafatnya Yesus Kristus dengan penuh keimanan.

Perayaan Jumat Agung mengingatkan kita akan pengorbanan Yesus Kristus untuk menyelamatkan umat manusia.

Kesetiaan Yesus kepada kehendak Bapa rupanya membawa konsekuensi tragis, yakni penderitaan penyaliban kristus.

Baca Juga: Pemkab Banyumas Umumkan Hasil Seleksi JPT Pratama yang Lolos 3 Besar, Berikut Daftar Selengkapnya

Seruan tersebut tidak disembunyikan dan dihapus meski diteriakkan oleh Yesus dalam kehancuran dan penderitaan-Nya di kayu salib.

Sebab, Yesus melakukan-Nya demi keselamatan umat manusia yang tidak akan pernah bisa lepas dari masalah, penderitaan, dan kehancuran. Semua itu terjadi demi kita, demi kasih Allah, dan untuk melayani kita.

Paus Fransiskus dalam Meminjam homilinya Minggu Palma (2020) mengatakan, Yesus mengalami pengabaian total dalam suatu situasi yang belum pernah la alami sebelumnya untuk menjadi satu dengan kita dalam segala hal.

Baca Juga: Genjot Implementasi Kurikulum Merdeka di Banjarnegara, Dindikpora Gandeng APSI

Seruan tersebut mengajarkan kita untuk tetap berpengharapan, seruan Yesus bukanlah jeritan doa keputusasaan, atau ketidakpercayaan akan kehadiran Allah dalam penderitaan, kehancuran, dan kematian.

Dia melakukannya untuk meneguhkan pengharapan kita, di saat kita pun merasa ditinggalkan oleh Allah, hahkan saat sedang mengalami berbagai macam penderitaan, kehancuran, dan kematian yang tak lagi sanggup kita tanggung.

Baca Juga: Satu Unit Minibus di Banjarnegara Habis Terbakar, Begini Kronologisnya

Maknanya, ketika kita menghadapi jalan buntu, saat berada dalam kegelapan tanpa cahaya dan seolah-olah tidak ada jalan keluar, maka kita harus tetap mengingat, tetap berharap, dan percaya bahwa Allah tidak meninggalkan kita sendirian.

Sebaliknya, jeritan doa itu menjadi jeritan pengharapan, pembelajaran, bahkan peneguhan terhadap kita di saat harus mengalami kesulitan, kehancuran, kengerian hidup, dan kematian yang sama.***

 

Editor: Dimas D. Pradikta

Tags

Terkini

Terpopuler