BANJARNEGARAKU.COM - Gempa megathrust sering disalahartikan sebagai peristiwa baru yang akan terjadi dalam waktu dekat dengan kekuatan sangat besar dan potensi tsunami yang mengerikan. Hal itu disampaikan oleh Dr. Daryono, S.Si., M.Si, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), menyoroti kurangnya pemahaman masyarakat tentang Gempa Megathrust.
Dalam keterangannya, Dr. Daryono menyampaikan bahwa meskipun gempa megathrust menjadi topik pembicaraan utama belakangan ini, pemahaman yang tepat tentang fenomena ini masih kurang.
Baca Juga: Ada 3 Lokasi! Ini Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Banjarnegara, Senin 18 Maret 2024
Menurut Dr. Daryono menjelaskan, bahwa istilah ini sebenarnya merujuk pada sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal, khususnya di jalur subduksi lempeng.
Dikutip banjarnegaraku.com dari PikiranRakyat-Depok.com, saat terjadi gempa megathrust, bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra akan terangkat, yang kemudian dapat memicu gempa bumi. Ia menegaskan bahwa zona megathrust bukanlah sesuatu yang baru, terutama di Indonesia.
Dijelaskan Dr. Daryono, bahwa zona ini telah ada sejak jutaan tahun yang lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia. Zona megathrust terletak di zona subduksi yang aktif di berbagai wilayah Indonesia, seperti Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, Sumba, Banda, Maluku, Sulawesi, Filipina, dan Papua.
Baca Juga: PT Jasa Marga Membuka Pendaftaran Mudik Gratis 2024, Dapatkan Uang Saku Kuota Terbatas....
Namun begitu, aktivitas gempa di zona megathrust seringkali dikaitkan dengan gempa besar, Dr. Daryono menekankan bahwa tidak semua gempa di zona ini memiliki kekuatan besar.
Karena zona megathrust dapat menghasilkan gempa dengan berbagai magnitudo dan kedalaman. Menurut data BMKG, lebih sering terjadi "gempa kecil" di zona megathrust, meskipun potensi untuk gempa besar tetap ada.